TEMPO.CO, Tulungagung - Sunarno Edi Wibowo, penasihat hukum lima terdakwa kasus penyelundupan imigran gelap Timur Tengah di Pantai Popoh, Tulungagung, Jawa Timur, menilai penanganan kasus tersebut tebang pilih dan berat sebelah. Sebab hingga kini proses hukum terhadap anggota TNI yang terlibat masih gelap. "Merekalah jaringan utamanya," katanya, Kamis, 17 Mei 2012.
Penasihat hukum asal Surabaya yang biasa disapa dengan panggilan Bowo itu mengatakan lima terdakwa dari kalangan sipil telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tulungagung. Namun penyidikan terhadap anggota TNI yang terlibat dalam penyelundupan 250 imigran gelap itu hingga kini tak ada kejelasannya.
Lima terdakwa tersebut di antaranya dua anak buah kapal Buah Manggis, Ronald Messakh, 22 tahun, dan Rifan Sudirman, 17 tahun. Kapal tersebut telah bersiap di tengah laut untuk mengangkut para imigran gelap ke Australia.
Terdakwa lainnya adalah Budi Santoso, 44 tahun. Pegawai negeri sipil Koramil Kedungwaru, Tulungagung, itu berperan mengkoordinasi pengiriman para imigran gelap. Dua terdakwa lainnya adalah kakak beradik Bambang Sugianto, 40 tahun, dan Nurianto, 38 tahun, sebagai pemilik dan nakhoda kapal Barokah yang mengantar imigran dari pantai ke kapal Buah Manggis.
Bowo mengatakan dalam persidangan pertama yang digelar Kamis pekan lalu terungkap bahwa Bambang dan Nurianto sama sekali tidak tahu-menahu dengan jaringan itu. Mereka hanyalah nelayan yang kebetulan diberi order membawa para imigran gelap ke tengah laut. Karena itu tidak sepantasnya mereka dilibatkan terlalu jauh dalam perkara ini. "Peran mereka kecil, hanya mencari uang dengan menyewakan perahu," ujarnya.
Bowo mengutip pengakuan Bambang dan Nurianto bahwa upah yang diterimanya Rp 50.000 per imigran yang diangkutnya. Namun uang tersebut juga harus dibagi empat kepada anak buah kapal yang membantu. Demikian pula dengan Ronald Messakh dan Rifan Sudirman. Keduanya hanya koki yang bertugas memasak di atas kapal Buah Manggis selama perjalanan menuju Australia.
Karena itu Bowo menuntut pengusutan terhadap anggota TNI dibuka secara transparan kepada masyarakat. Sebab keterlibatan sejumlah anggota TNI yang bertugas di Koramil Besuki, Tulungagung, dan Koramil Madura menimbulkan dugaan adanya jaringan yang sangat besar. "Mereka yang diadili saat ini hanya setingkat kroco," ucapnya.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Tulungagung, Dody Wicaksono, menegaskan para nelayan dan anak buah kapal (ABK) dikenai Pasal 120 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Mereka diancam hukuman penjara minimal lima tahun. "Meski bertatus nelayan, mereka kami anggap tahu soal UU Keimigrasian," tutur Dody.
Ihwal pengusutan anggota TNI, Dody tak bersedia berkomentar karena hal itu di luar kewenangan kejaksaan untuk memeriksa.
HARI TRI WASONO