TEMPO.CO, Jakarta – Pakar hukum tata negara Saldi Isra meminta Komisi Yudisial menelaah putusan sela yang dibuat hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najamuddin. “KY harus mendalami soal ini sebagai bagian dari pengawasan hakim,” ujarnya saat dihubungi, Jumat 18 Mei 2012.
Saldi menilai ada yang aneh dari putusan sela yang dibuat hakim PTUN untuk terdakwa kasus korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) itu. Sebab, Mahkamah Agung sebelumnya sudah menyatakan Agusrin bersalah dan bisa dieksekusi. Eksekusi tersebut berupa penahanan, pencopotan dari jabatan gubernur, dan pengangkatan wakil gubernur sebagai gubernur definitif.
“Kenapa ada putusan sela yang menghalangi menteri melantik wagub sebagai gubernur definitif? Ini harus diteliti KY karena MA sebagai institusi kehakiman tertinggi sudah menyatakan Agusrin bersalah. Putusan PTUN, kan, sama saja menghalangi upaya administratif pemerintah,” kata dia.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan ada 173 kepala daerah yang masuk dalam keputusan presiden tentang pemberhentian mereka dari tugas lantaran terseret kasus. Ia mencemaskan para kepala daerah itu akan mengikuti jejak Agusrin yang menggugat pencopotannya melalui gugatan ke PTUN.
Akibat putusan sela PTUN, menurut Gamawan, vonis Mahkamah Agung yang sudah berstatus inkracht (berkekuatan hukum tetap) belum bisa menjadi pegangan pemerintah dalam memberhentikan Agusrin. Pemberhentian itu mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004.
Apalagi, ada beberapa kepala daerah yang juga mengajukan Pengajuan Kembali atas perkaranya, seperti Bupati Subang Eep Hidayat. "Ini bisa menjadi preseden baru dalam hukum. Semua orang bisa membuat hal yang sama. Ke depan saya akan mendalami lagi,” kata Gamawan.
Agusrin menang dalam gugatan putusan sela di PTUN Jakarta, Senin malam, 14 Mei 2012. Pihak tergugat adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan, dan Wakil Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Putusan menyatakan keppres yang mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif menggantikan Agusrin ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara berkekuatan hukum tetap.
Mahkamah Agung memvonis Agusrin bersalah melalui putusan kasasi dalam perkara korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar. Saat ini, ia tengah dalam proses sidang peninjauan kembali. Empat novum dia gunakan sebagai alasan pengajuannya. Ia mengklaim ada kekeliruan dan kekhilafan fatal hakim kasasi MA dalam menghukum dirinya.
Di tengah proses PK, Agusrin mengajukan gugatan atas Keppres No 40/P Tahun 2012 dan Keppres No 48/P Tahun 2012. Keppres tersebut berisi instruksi memberhentikan politikus Partai Demokrat dari jabatannya tersebut dan mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif.
ISMA SAVITRI