TEMPO.CO, Jayapura - Dua korban penembakan oleh anggota Brigade Mobil di Kampung Nomowadide, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai, Papua, akan dibawa ke Jayapura, Selasa 22 Mei 2012. Korban rencananya dirawat di Rumah Sakit Dian Harapan, Jayapura. “Sebenarnya hari ini berangkatnya, tetapi terjadi kerusakan pesawat sehingga ditunda besok,” kata Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani, Moni, dan Mee di Paniai, Thobias Bogubau, Senin 21 Mei 2012.
Thobias menjelaskan dua korban tersebut adalah Lukas Kegepe atau Yulianus Kegepe yang mengalami luka tembak di bagian perut dan Amos Kegepe yang terluka di bagian kaki. Keberangkatan dilakukan dari Nabire dengan menggunakan pesawat kecil, tetapi Thobias belum tahu jenis pesawatnya. “Luka keduanya berat. Rumah Sakit Nabire tidak mampu menanganinya sehingga dirujuk ke Jayapura,” ujarnya.
Untuk biaya perawatan keduanya, pemerintah Paniai membantu sejumlah dana. Selain itu, ada juga bantuan dari warga dan keluarga. “Polisi tidak membantu. Kedua korban tidak bisa jalan. Kita berharap kepolisian bisa menangkap pelaku dan menjatuhkan sanksi,” ucapnya.
Peristiwa penembakan yang terjadi Selasa malam, 15 Mei 2012 sekitar pukul 20.00 WIT, menewaskan Malianus Kagepe yang terkena tembakan di bagian dada. Adapun tiga orang yang mengalami luka-luka, yakni Lukas Kegepe yang tertembak bagian perut, Amos Kagepe mengalami luka tembak di bagian kaki, dan Alpius Kagepe mendapat luka tembak di lengan kanan.
Peristiwa itu bermula dari keributan di rumah biliard milik Yona di Nomowadide. Yona yang ketakutan kemudian melaporkan kejadian itu ke Pos Brimob. Tidak berapa lama sekitar tiga anggota Brimob datang dengan senjata lengkap dan meminta pelaku keributan tenang. Namun peringatan tak digubris. Tiba-tiba seorang di antaranya menyerang anggota Brimob menggunakan stik billiard. Saat itulah seorang anggota Brimob meletuskan senjata dan mengenai korban.
Baca Juga:
Anggota Komisi II DPR RI, Agustina Basikbasik, mengatakan alasan polisi bahwa penembakan Paniai untuk membela diri merupakan cara lama. “Ini klasik, sangat klasik. Seperti di Merauke pada Januari 2011. Saat itu tentara menembak warga. Alasannya membela diri karena warga ingin merampas senjata. Saya tidak melihat sepenuhnya itu benar,” tuturnya.
Menurut Agustina, tempat kejadian yang jauh dari pusat kota, dekat dengan wilayah penambangan emas tradisional di Degeuwo, memungkinkan aparat bertindak sesuka hati. “Itu untuk melindungi pengusaha besar. Untuk apa ada aparat keamanan di daerah itu. Itu, kan, daerah penambangan yang sudah diinstruksikan harus ditutup oleh pemerintah Papua,” katanya.
Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Wachyono, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim terdiri dari Kabid Propam, Kasat Brimob, dan dari Reskrim Umum Polda Papua untuk menyelidiki kasus penembakan tersebut. “Hasilnya akan disampaikan. Kita tunggu saja,” katanya.
JERRY OMONA