TEMPO.CO, Jambi - Juru bicara Kepolisian Daerah Jambi, Ajun Komisaris Besar Almansyah, mengatakan polisi telah memeriksa sepuluh orang terkait kerusuhan antara warga dan perusahaan perkebunan sawit, PT Jambi Agro Wijaya (JAW), yang terjadi Sabtu, 19 Mei 2012.
”Melalui Polres Sarolangun, kami telah memanggil sedikitnya sepuluh orang warga untuk dimintai keterangan,” katanya kepada Tempo, Senin, 21 Mei 2012.
Menurut Almansyah, penanganan kasus tersebut baru pada tahap pengumpulan data dan memeriksa saksi. "Karena itu, belum ada seorang pun yang ditetapkan sebagai tersangka."
Polisi memperkirakan jumlah kerugian yang dialami perusahaan akibat peristiwa itu ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar.
Ihwal kondisi Desa Simpangmeranti, Kecamatan Airhitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, lokasi kerusuhan terjadi, saat ini sudah kondusif. Namun aparat keamanan masih tetap berjaga-jaga untuk mengantisipasi terulangnya aksi massa.
Dugaan sementara, kemarahan massa sehingga terjadi aksi perusakan dan pembakaran aset PT JAW akibat sengketa lahan yang tak kunjung terselesaikan.
Saat itu massa yang sejak pagi hari sudah terkonsentrasi mendatangi lokasi perkebunan. Sekitar pukul 11.00 WIB, massa langsung melakukan penyerangan, perusakan, dan pembakaran aset perusahaan.
Dalam kejadian tersebut, sedikitnya 60 unit rumah karyawan PT JAW dan tiga sepeda motor habis dilalap api. Tiga petugas keamanan perusahaan terluka akibat sabetan senjata tajam dan warga pun merusak sedikitnya 15 hektare kebun sawit yang disengketakan.
Pemerintah Kabupaten Sarolangun saat ini sedang berupaya memfasilitasi penyelesaian konflik antara warga dan perusahaan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, konflik antara warga dan PT JAW sudah berlangsung cukup lama, setidaknya sejak sepuluh tahun terakhir. Namun tak pernah ada penyelesaian.
Lahan yang disengketakan seluas 800 hektare. Pada tahun 2010, sempat diupayakan penyelesaian antara kedua belah pihak, tapi tak melahirkan kesepakatan.
M. Panjatan, salah seorang warga yang ikut dalam aksi, menuturkan warga hanya meminta lahan miliknya yang diklaim perusahaan seluas 800 hektare. "Awalnya kami mempertanyakan alasan perusahaan mendirikan pondok di lahan milik warga yang disengketakan, namun keinginan kami tidak mendapat respons baik dari pihak perusahaan. Akhirnya warga kecewa dan melampiaskan kemarahannya," ujarnya.
Manajemen PT JAW hingga kini masih enggan memberikan konfirmasi terkait kejadian tersebut.
SYAIPUL BAKHORI