TEMPO.CO, Jakarta -Setelah membeli saham perusahaan pertambangan Bumi Plc, beban utang PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk menjadi lebih tinggi. Untuk itu, perusahaan berencana untuk mengurangi utang dengan menerbitkan surat utang atau obligasi.
Direktur Utama Borneo, Alexander Ramlie, mengatakan hal ini dilakukan untuk mengurangi utang kepada Standard Chartered Bank sebesar uS$ 1 miliar. "kami masih mempelajari untuk mengeluarkan obligasi. Karena (saat ini) obligasi sangat murah," ujar Alexander usai Rapat Umum Pemegang Saham PT Bumi Resources Tbk, Jakarta, Senin 21 Mei 2012.
Dengan total utang sebanyak US$ 1 miliar, menurutnya, perusahaan berencana untuk mengurangi setidaknya setengah dari utang kepada Standard Chartered tersebut. Obligasi yang dikeluarkan perusahaan tambang batubara milik Samin Tan ini nantinya berdenominasi Dollar Amerika Serikat. "karena pendapatan perusahaan serta utang kepada Standard Chartered pun dalam Dollar Amerika Serikat," jelasnya.
Pada 1 November 2011, Borneo sepakat bersama induk usaha Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk, untuk memiliki 47,6 persen saham di Bumi Plc. Untuk membeli setengah dari jumlah saham itu, Borneo menggelontorkan dana sebesar US$ 1 miliar. Dana itu pun diperoleh dari Standard Chartered Bank.
Perusahaan pun menjaminkan PT Asmin Koalindo Tuhup dan PT Borneo Mining Services yang 99,9 persen sahamnya dimiliki Borneo Lumbung Energi. Selain itu, Borneo juga menjaminkan arus kas dan jatah saham Borneo Lumbung di Bumi Plc. Adapun saham yang dimiliki Borneo di Bumi Plc sebesar 23,8 persen.
Sementara itu, Borneo juga tidak akan membagikan dividen dari laba yang diperoleh pada 2011. Menurut Alexander, perusahaan masih membutuhkan keuntungan yang diperoleh tahun lalu untuk pengembangan usaha. "Ini masih menunggu RUPS yang bakal diadakan Juni nanti. Tetapi kami sepertinya belum bisa membagikan dividen," ujar Alexander.
Dengan itu, perusahaan telah dua tahun tidak membayarkan dividen kepada pemegang saham. Di tahun lalu, emiten dengan kode efek BORN ini berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp 2,828 triliun. Jumlah tersebut melonjak lima kali lipat atau sebesar 423 persen dibanding laba tahun sebelumnya yang hanya Rp 348,859 miliar.
Dengan melonjaknya keuntungan perusahaan, maka laba bersih per saham dasar atau earning per share (EPS) BORN juga naik menjadi Rp 103 per saham, dari semula Rp 61 per saham di akhir 2010.
Penjualan bersih BORN juga melompat 127 persen dari sebelumnya sebesar Rp 2,75 triliun menjadi Rp 6,08 triliun. Laba kotor pun menjadi naik 154 persen menjadi Rp 3,38 triliun.
Meskipun beban operasi juga bertambah cukup signifikan di tahun lalu, yaitu sebesar 117 persen, tapi kenaikann laba operasi masih sangat tinggi. Perseroan membukukan laba operasi senilai Rp 2,533 triliun, atau naik 169 persen dibanding pencapaian tahun sebelumnya.
SUTJI DECILYA