TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperpanjang status cegah bepergian ke luar negeri terhadap terdakwa kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Muhammad Nazaruddin, dan dua bekas anak buahnya di Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.
"Kasus tindak pidana pencucian uang pembelian saham PT Garuda Indonesia, kami sudah mencegah Yulianis, Oktarina, dan Nazar. Pencegahan itu diperpanjang," kata juru bicara KPK Johan Budi S.P. di kantornya, Selasa, 22 Mei 2012.
Hal itu dibenarkan juru bicara Imigrasi, Maryoto. "Sudah dilakukan pencegahan atas nama Nazaruddin, Yulianis, dan Oktarina. Pencegahan terhitung sejak 22 Mei 2012 hingga 22 November 2012," ujarnya melalui layanan pesan pendek.
Nazar, Yulianis, dan Oktarina, sudah pernah dicegah bepergian ke luar negeri pada 24 Mei 2011. Surat cegah yang diteken saat itu berlaku hingga setahun. Namun saat itu ketiganya dicegah untuk kepentingan penyelidikan kasus Wisma Atlet oleh KPK.
Dalam kasus pencucian uang, Nazaruddin disangka menyamarkan harta yang dia dapat dari tindak pidana, yakni dari proyek yang digarap PT Duta Graha Indah dengan cara membeli saham Garuda. Nazar membeli saham lewat PT Mandiri Sekuritas pada awal Oktober 2011. Pembelian saham dilakukan melalui lima perusahaannya, yakni PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Nazar membeli saham Garuda sebesar Rp 300,85 miliar. Dalam dokumen pemeriksaan milik Tempo, rincian saham itu terdiri Rp 300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp 850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Harga saham Garuda yang Rp 750 per lembar itu kemudian turun menjadi Rp 600 pada awal pembukaan perdagangan. Akibatnya, Nazaruddin marah-marah dan meminta agar duitnya dikembalikan. Alasannya, duit itu saweran dari kawan-kawannya.
ISMA SAVITRI