TEMPO.CO , Jakarta--- Polisi menggerebek pabrik jamu dan obat palsu di Jalan Sukarela 47, Penjaringan, Jakarta Utara. Pabrik itu sudah beroperasi setahun dan diperkirakan telah menghasilkan keuntungan hingga Rp 8,9 miliar. “Pendistribusian produk jamu dan obat itu meliputi seluruh Indonesia," kata juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, Selasa 22 Mei 2012.
Menurut Saud, dalam satu hari pabrik tersebut memproduksi 30 kardus obat dan jamu. Harga per kardus rata-rata Rp 2.700. “Barang bukti yang kami sita nilainya mencapai Rp 2 miliar," katanya. Barang bukti itu antara lain mesin produksi.
Pabrik yang digerebek polisi berada di gedung lantai 4 yang kondisinya tak terurus. Tembok warna putih sudah mengelupas. Bagian depan bangunan sangat berantakan dengan tumpukan berbagai barang. Kabel-kabel listrik berjuntai tidak beraturan.
Saud menjelaskan, semua barang yang diproduksi tidak ada izinnya, walau dalam kemasannya tercetak nomor registrasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Kalau dicek, pasti tidak tercatat di BPOM,” katanya. Stiker hologram diduga juga palsu.
Wakil Direktur Direktorat Narkotika Polri Komisaris Besar Anjan Pramuka mengatakan munculnya jamu palsu tidak seketika. Produk ini sudah beredar di pasar selama bertahun-tahun. ”Masyarakat harus lebih waspada," ujarnya.
Menurut Anjan, polisi sudah menahan seorang tersangka bernama Agus A., 38 tahun, warga Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Agus diketahui sebagai pemimpin produksi. Dia dijerat dengan Pasal 497 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukum maksimal 15 tahun penjara.
Polisi juga memeriksa sekitar 30 karyawan sebagai saksi. Adapun pelaku utama pemalsuan masih dikejar. Iray, 22 tahun, pekerja di tempat itu, mengaku tidak mengetahui pabriknya ternyata memproduksi jamu dan obat palsu.
Sehari-hari Iray mendapat tugas memasang kemasan dengan mesin khusus. “Saya kerja di sini baru seminggu dan diupah Rp 25 ribu per hari," katanya.
MUHAMAD RIZKI | FRANSISCO ROSARIANS | SUSENO