TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) meminta maaf kepada Kementerian Perdagangan atas kisruh yang terjadi selama ini. Ketua AEKI bidang Hukum dan Organisasi, Yance Aswin, mengatakan siap kembali duduk bersama dengan Kementerian Perdagangan untuk menyelesaikan kisruh.
Asosiasi, kata dia, tetap menganggap Kementerian Perdagangan sebagai pembina. "Kami siap mendengar dan mengikuti pembina yang sifatnya baik untuk kepentingan bersama," kata Yance kepada wartawan di kantor AEKI, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2012
Kisruh AEKI dan Kementerian Perdagangan terjadi setelah munculnya Peraturan Menteri Perdagangan No. 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang Ketentuan Ekspor Kopi yang mulai berlaku pada 3 Mei lalu.
Berdasarkan peraturan itu, mulai 3 Mei 2011 eksportir kopi tidak lagi diwajibkan membayar iuran Rp 30 per kilogram kepada AEKI. Padahal, sebelum keluar Permendag itu, eksportir kopi harus membayar iuran Rp 30 per kilogram jika hendak mengekspor kopi ke luar negeri.
Peraturan baru itu mengubah Pasal 6 Permendag No: 41/M-dag/Per/9/2009 yang semula mengharuskan Eksportir Kopi Sementara (EKS) atau Eskportir Kopi Tetap (ETK) melampirkan fotokopi bukti pembayaran kepada AEKI dengan menunjukkan bukti asli.
Menurut Yance, pengurus AEKI juga meminta kepada anggota untuk kembali aktif dalam asosiasi. Asosiasi, kata dia, tidak akan mengeluarkan secara sepihak anggota yang tidak aktif selama ini. Dia menyadari kisruh ini membuat beberapa anggota ingin mendirikan asosiasi baru. "Anggota kami ada 219, dan kami masih tunggu niat mereka untuk kembali kepada kami," katanya.
Dia meyakinkan bahwa pihaknya sudah melakukan upaya damai hingga mencoba menjalin komunikasi dengan anggota yang tidak aktif tersebut. "Kami tunggu mereka dan tidak akan kami keluarkan sampai benar-benar mereka meyakini bahwa tindakan mereka kurang baik. Yang penting adalah komunikasi," ujarnya.
ROSALINA