TEMPO.CO, Yogyakarta - Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) mengusulkan palang pintu kereta api sebidang diusulkan ditiadakan, tapi diganti dengan rambu-rambu lalu lintas, seperti suara genta atau lonceng dan palang pintu diganti dengan lampu merah (traffic light) saja. Hal itu diungkapkan terkait dengan banyaknya petugas jaga pintu KA yang dihukum jika ada kejadian kecelakaan lalu lintas.
Menurut Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia daerah Operasi 6, Yogyakarta dan Jawa tengah, Eko Budiyanto, sejauh ini sudah ada dua penjaga pintu perlintasan yang dihukum. Padahal, menurut investigasi pihak PT Kereta Api Indonesia, kesalahan justru pada pengguna kendaraan di perlintasan. Dan belum ada yang tertabrak kereta api disalahkan dan dipidanakan.
"Kalau semua kesalahan ditimpakan kepada petugas kami, lama-lama pegawai kereta api habis," kata Eko Budiyanto, Ahad, 27 Mei 2012.
Bahkan para pekerja kereta api itu dalam waktu dekat akan melakukan mogok kerja. Selain itu, karena jengahnya, palang pintu perlintasan kereta api sebidang akan ditiadakan.
PT Kereta Api menganggap perlintasan itu seperti perempatan yang ada lampu merahnya, sehingga pengguna jalan mau tidak mau harus mengikuti lampu Apill (Alat peraga isyarat lalu lintas).
Berdasarkan data dari Direktorat Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, dari 2006-2011, jumlah kasus kecelakaan di pintu perlintasan sebanyak 166 kasus. Dari angka itu 50 korban tewas dan 76 luka berat dan 52 orang mengalami luka ringan. Pada 2011 saja terjadi 27 kecelakaan, jumlah korban sebanyak 62 orang yaitu 1 orang tewas, 34 orang luka berat, dan 17 orang luka ringan.
"Selama ini polisi menjerat penjaga pintu perlintasan dengan Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tudingan kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka berat atau meninggal dunia," kata dia.
Ia mencontohkan, saat genta sudah berbunyi dan palang pintu sudah mulai menutup, banyak pengendara motor atau mobil tetap menerabas. Bahkan palang pintu dipaksa dinaikkan.
Keberadaan pintu perlintasan ini, kata Eko, dianggap sebagai tanggung jawab PT Kereta Api. Padahal pintu perlintasan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pemegang izin pembangunan perlintasan.
Hal itu sesuai dengan Pasal 29 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2007 yang berbunyi pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan keselamatan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
"Perlintasan yang tidak punya izin harus ditutup," kata Eko.
Total perlintasan kereta api di Daerah Operasi 6 ada 506. Di Yogyakarta ada 124 perlintasan, 39 perlintasan dijaga dan 62 perlintasan tidak dijaga tapi ada rambu-rambunya. Sementara perlintasan liar ada 4 yang terdata. Sebanyak 14 perlintasan dengan underpass dan 5 flyover. Di Jawa Tengah yang masuk daerah Operasi 6, 74 perlintasan dijaga, 286 tidak dijaga, 5 perlintasan liar, 6 flyover dan 9 underpass.
Menurut Heru Sutomo, Kepala pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, palang pintu perlintasan kereta api dibutuhkan di perlintasan yang volume kendaraannya tinggi. Namun ada beberapa perlintasan yang dari kejahuan sudah terlihat adanya perlintasan kereta api yang tidak perlu ada palang pintu.
"Keberadaan palang pintu itu bukan harus atau tidak harus, tapi perlu atau tidak perlu," kata dia.
MUH SYAIFULLAH