TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tetap yakin pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh sekitar 6,5 persen meskipun sebelumnya Bank Dunia lebih pesimistis karena memproyeksikan pertumbuhan turun menjadi 6,1 persen. "Saya masih optimistis kita bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di sekitar 6,5 persen," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Senin, 28 Mei 2012.
Menurut Gita, selama ini Indonesia masih memiliki ruang fiskal yang cukup. Konsumsi dalam negeri juga masih tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi akan tetap terjaga. "Selain itu, ada peningkatan volume perdagangan yang (memiliki) value added (nilai tambah) yang bisa diekspor. Saya rasa kita bisa menjaga pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Terkait dengan ruang fiskal, kata Gita, kemungkinan penurunan harga minyak akibat pengaruh krisis Eropa juga dapat memberikan ruang fiskal yang lebih dan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Kelebihan itu bisa dimanfaatkan dan direalokasikan untuk berbagai kebutuhan. "(Misalnya) untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain," katanya.
Sebelumnya, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 6,1 persen dari sebelumnya sebesar 6,2 persen. Ini sebagai akibat adanya ketidakpastian krisis ekonomi global.
Dalam tiga bulan terakhir, perlambatan ekonomi dunia mulai terasa semakin jelas dan berdampak pada perdagangan Indonesia yang mulai mengalami penurunan. Ini dikarenakan mitra-mitra dagang utama Indonesia, seperti Cina dan India, ikut terimbas perlambatan ekonomi global.
Selain Bank Dunia, DBS memproyeksikan hal yang sama. Menurut analis DBS Group Ltd Eugene Leow, perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh 6,1 persen pada 2012 karena penurunan kinerja sektor perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dibandingkan tahun lalu karena penurunan harga komoditas dan pengaruh pengetatan aturan uang muka.
NUR ALFIYAH