TEMPO.CO, Jakarta - Perang harga antarpromotor terjadi saat mendatangkan artis papan atas. Itu pula yang terjadi saat mendatangkan Lady Gaga ke Indonesia. Hal tersebut dituturkan promotor Blade Indonesia dalam laporan utama majalah Tempo edisi 28 Mei 2012 berjudul "Geger Lady Gaga".
Pada awal Januari lalu, Blade Indonesia mengontak agen penyanyi Lady Gaga di London. Namun, ditolak. Blade diminta mengontak Live Nation Entertainment. Rupanya, perusahaan penyelenggara pertunjukan berbasis di Los Angeles itu telah membeli hak tur Lady Gaga di Asia. Di Asia, Live Nation memiliki kantor di Hong Kong. Direktur Blade Indonesia Girindra P. Sutoyo menghubungi perusahaan yang juga mengelola tur Madonna tersebut. "Saat itu ternyata sudah banyak yang menawar," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Sebelum menggelar tur, agen artis lazimnya menghubungi promotor-promotor lokal untuk menjajakan kerja sama. Terhadap promotor yang menyatakan tertarik, agen membuka harga yang bisa ditawar. Saat itu, menurut Girindra, ada 5-6 promotor yang berminat menyelenggarakan konser Lady Gaga di Indonesia. Ia menolak menyebutkan angka penawaran yang diajukan agen. Yang jelas, menurut dia, ketika itu harga pembukaan sudah cukup tinggi. Setiap kali ia mengajukan penawaran, agen menjawab sudah ada yang memberi angka lebih tinggi.
Pada kali ketiga mengajukan angka dan ditolak, Girindra berhenti. Menurut dia, harga yang harus dibayar promotor untuk mendatangkan Lady Gaga tak lagi masuk akal. Berapa angka yang ditawarkan? Girindra mengunci mulut. Sejumlah sumber menyebut US$ 800 ribu atawa sekitar Rp 7,5 miliar. Girindra menampik. "Jauh lebih besar," ujarnya. Kita tahu konser Lady Gaga kemudian dimenangi Big Daddy Entertainment.
Harga artis berkorelasi dengan harga tiket. Semakin tinggi tarif dibayar promotor ke agen, semakin mahal harga tiket yang dibebankan ke penonton. Ia membandingkan, pada 2008, harga tiket konser paling murah Rp 100 ribu, dan sekarang Rp 400 ribu. "Harga tiket konser sekarang mahal-mahal," katanya.
Dewi Gontha, Presiden Direktur PT Java Festival Production, mengatakan bisnis konser musik kini sedang seru-serunya. Persaingan memicu jorjoran harga. Promotor mengajukan harga setinggi mungkin supaya bisa memenangi perebutan. Pada akhirnya, ia menilai, yang diuntungkan hanya artis dan bukan promotor atau fan. "Ini membuat artis berpikir bisa menuntut fee tinggi bila datang ke Indonesia," ujarnya. Cerita selengkapnya bisa dibaca dalam laporan utama majalah Tempo versi iPad berjudul "Geger Lady Gaga".
KARTIKA CANDRA
Berita Terpopuler Lainnya:
Saat Gaga Batalkan Konser, Izin Sudah 95 Rampung
Lady Gaga: Hati Saya Hancur Tak Jadi Konser di Jakarta
Konser Batal, Berapa Kerugian Promotor Lady Gaga?
Rasa Nissan Evalia, Penantang Baru Mobil Keluarga
Siswa Nilai Tertinggi UN, Belajar Via Facebook dan Twitter