TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah belum memasukkan penerimaan gas dalam asumsi makro anggaran pendapatan dan belanja negara tahun depan. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan asumsi harga gas sulit dimasukkan dalam RAPBN. Alasannya, harga gas bumi Indonesia ditetapkan untuk setiap kontrak jual beli. "Formula harganya unik sesuai dengan keekonomian lapangan," kata Menteri Agus Martowardojo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu, 31 Mei 2012.
Perhitungan harga gas perlu disesuaikan dengan daya beli dan ketersediaan infrastruktur serta potensi penciptaan nilai tambah. "(Indonesia) tak punya indeks harga gas nasional, rentang harganya lebar," ujarnya.
Sejauh ini, asumsi penerimaan negara dari lifting gas akan dihitung dari harga kontrak pada tahun tersebut. Perhitungan ini sifatnya belum pasti. Pasalnya, harga bisa pula berasal dari formula yang dipakai di tingkat harga minyak sesuai asumsi makro. "Pemerintah akan terus mengevaluasi dan menganalisis untuk memperoleh solusi permasalahan," ujarnya.
Pemerintah memasukan variabel baru, yakni lifting gas dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2013. Asumsi ini diajukan mengingat tingginya laju penurunan lifting minyak. "Perlu ada upaya baru untuk menjaga pencapaian target penerimaan negara," ujar Agus.
Lifting gas ini ditetapkan dalam perkiraan 1,29 juta-1,36 juta barel setara minyak per hari (mboepd) pada 2013. Berdasarkan data 2010, total cadangan gas Indonesia diperkirakan mencapai 157,14 triliun standar kaki kubik (tscf) atau sekitar 3% dari cadangan gas dunia.
Perkembangan produksi gas bumi diklaim relatif stabil. Pada 2010, produksi gas bumi mencapai 1.577 mboepd, atau naik 159 mboepd dari 1.419 mboepd pada 2009. Dengan melihat perkembangan tersebut, pemerintah memperkirakan lifting gas pada 2013 mencapai 1.290-1.390 mboepd.
Anggota Komisi Energi Satya W.Yudha menilai variabel baru ini tak banyak mengubah struktur pendapatan dan belanja negara. Namun bila didampingi variabel asumsi harga yang pasti, pendapatan negara akan lebih jelas. "Lebih ada kejelasan berapa pendapatan minyak dan berapa pendapatan dari gas,” ujarnya.
M. ANDI PERDANA