TEMPO.CO, Jakarta- Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia yang antar lain terdiri dari Human Rights Working Group (HRWG), Wahid Institute, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Setara Institute mendesak pemerintah menjalankan rekomendasi yang dikeluarkan dalam forum Universal Periodic Review (UPR) dalam sidang Dewan HAM PBB pada 23-25 Mei lalu di Jenewa, Swiss.
"Kami mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret atas hasil sidang UPR dengan indikator-indikator konkret, timeline yang terukur, dan capaian yang jelas," kata Deputi Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, Choirul Anam, di kantor HRWG, Jakarta, Kamis, 31 Mei 2012.
Anam, yang ikut dalam pertemuan di Jenewa mengatakan, forum UPR menghasilkan 179 rekomendasi untuk Indonesia mengenai masalah hak asasi manusia, termasuk di dalamnya masalah kebebasan beragama. Namun, ia melanjutkan, perwakilan pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkesan setengah hati menerima rekomendasi tersebut. "Dari 179 rekomendasi, 143 rekomendasi diterima, sedangkan 36 rekomendasi masih dalam status pikir-pikir atau ditunda hingga September tahun ini."
Menurut Anam, rekomendasi yang dihasilkan forum UPR antara lain perhatian masyarakat internasional terhadap konstruksi hukum di Indonesia yang tidak toleran terhadap kaum minoritas. "Itu yang disoroti oleh masyarakat internasional," ujar dia. Selain itu, direkomendasikan juga pembentukan tim investigasi independen yang kredibilitasnya diakui untuk berbagai kasus pelanggaran HAM yang penyelesaiannya berlarut-larut. "Harus ada pelaku yang dibawa ke pengadilan."
Dalam rekomendasi itu, forum UPR juga menyoroti masalah kebebasan beragama di Indonesia, seperti kasus yang terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor, masalah Ahmadiyah, Syiah, dan lain sebagainya. Menteri Marty juga sudah mengaku kepada masyarakat internasional atas terjadinya berbagai masalah kebebasan beragama tersebut. "Dia (Marty) berjanji untuk bersungguh-sungguh menyelesaikannya," ucap Anam.
Namun, Anam menilai, janji yang disampaikan Menterin Marty itu semestinya bukan hanya sekedar janji kepada masyarakat internasional, melainkan kewajiban pemerintah kepada masyarakat Indonesia. "Kasus di depan mata, seperti GKI Yasmin dan Ahmadiyah, harus segera diselesaikan. Juga masalah-masalah kebebasan beragama lainnya."
Perwakilan Wahid Institute, Rumadi, menilai situasi yang mengkhawatirkan akan terjadi jika pemerintah tidak menjalankan rekomendasi forum UPR dalam persoalan kebebasan beragama. "Kalau rekomendasi tidak dijalankan, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi seperti Pakistan dan Afghanistan yang cenderung intoleransi," kata dia pada kesempatan yang sama.
PRIHANDOKO