TEMPO.CO, Jakarta-- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat, dari 6,5 juta pekerja anak berusia 6-18 tahun, sebanyak 26 persen di antaranya bekerja di lingkungan yang berbahaya bagi anak. Karena itu, 1,7 juta anak tersebut harus diprioritaskan untuk ditarik dari tempat mereka bekerja, lalu disekolahkan kembali. “Mereka bekerja di jalanan, di pabrik yang berurusan dengan bahan kimia, prostitusi, bahkan bekerja di sektor domestik sebagai pembantu rumah tangga,” kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Ahad, 3 Juni 2012.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfa Anshor, 60 persen pembantu rumah tangga di Indonesia adalah anak-anak. “Tapi mereka tidak tercatat karena dipekerjakan secara informal, ujarnya.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menargetkan menarik 10.750 pekerja anak tahun ini untuk dikembalikan ke sekolah. Sebelumnya, sepanjang 2008-2011, Kementerian telah menarik 11.305 pekerja anak dari 21 provinsi.
Adapun tahun ini, penarikan pertama akan dilakukan terhadap 2.070 pekerja anak di Jawa Barat yang tersebar di 14 kabupaten dan kota. "Fenomena pekerja anak merupakan masalah yang serius karena mengancam kualitas hidup, hak, dan masa depan anak," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar melalui siaran pers yang diterima Tempo.
Provinsi yang terlibat dalam penarikan pekerja anak pada tahun ini adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Gorontalo, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Aceh.
Menanggapi target penarikan pekerja anak tersebut, Arist menilai target jumlah pekerja anak yang ditetapkan oleh pemerintah itu terlalu rendah. “Dari 6,5 juta pekerja anak, 10 ribu itu terlampau kecil,” katanya.
Sementara itu, Ketua KPAI Maria Ulfa Anshor meminta pemerintah menyiapkan pilihan alternatif bagi pekerja anak yang ditarik dari tempatnya bekerja. Alternatif tersebut diperlukan agar tidak ada penolakan dari anak ataupun keluarganya saat ia ditarik dari tempatnya bekerja. “Harus diberi pilihan, diberi keterampilan, agar bisa mengatasi kemiskinannya,” ujarnya saat dihubungi.
Pemerintah, kata Maria, juga perlu membuat peta tentang keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu daerah. Pemetaan tersebut diperlukan guna menjamin kesinambungan program pemerintah menarik pekerja anak untuk kembali disekolahkan. Setelah ditarik, kemudian disekolahkan, pemerintah juga wajib menjamin keahliannya terpakai. “Pemetaan ini sebagai solusi kemiskinan,” ucapnya.
ANANDA BADUDU
Berita lain:
Balada Para Pekerja Anak
Anak-Anak Dinikah Siri, Lalu Dijual Ke Luar Negeri
Jumlah Pekerja Anak di Indonesia Masih Tinggi
Senyum Getir si Kondektur Cilik
Pizza Hut Mengaku Minta Maaf Kepada Penyerbu Gerai
Perbandingan Makam Sunan Gunung Jati dan Borobudur
Kritik Mari Elka untuk Gatotkaca Kembar