TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanudin, menduga ada kekuatan asing di balik terus memanasnya kondisi di Papua. Namun dia tidak mau menyebut kekuatan asing mana yang dimaksudkannya. "Ada dugaan kekuatan asing di balik ini. Siapa dan dari mana, tidak usah saya sebut," katanya di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 11 Juni 2012.
Hasanudin menilai aparat keamanan di daerah seperti kepolisian daerah, komando daerah militer, dan aparat intelijen sudah tidak mampu untuk menangani kondisi di Papua. Berdasarkan hasil dialog dengan aparat keamanan daerah, kata Hasanudin, pemerintah pusat harus mengambil alih untuk mengamankan situasi Papua.
Menurut dia, aksi penembakan yang dilakukan kelompok bersenjata selama ini ditengarai bertujuan agar situasi di Papua menjadi tidak aman. "Upaya teror itu agar Papua dikategorikan sebagai daerah yang bergolak sehingga diharapkan kekuatan asing memberikan perlindungan. Ini tidak boleh," katanya.
Jika pemerintah pusat tidak segera menyelesaikan masalah itu, ujarnya, maka akan menjadi peluang dan kampanye terbaik bagi pihak-pihak yang tidak setuju Papua masuk dalam bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Makanya mereka terus melakukan upaya agar kondisi seperti ini terjadi di Papua," katanya.
Hasanudin melanjutkan, dalam dua pekan terakhir, sedikitnya aksi penembakan terjadi di berbagai tempat, seperti di Sorong, Puncak Jaya, Wamena, Abepura, Jayapura, Merauke, Timika, Mimiki, dan Paniai. Akibatnya, lebih dari 50 orang menjadi korban. "Termasuk warga Jerman yang menjadi korban," kata dia.
Untuk menyelesaikan masalah itu, Hasanudin meminta agar pemerintah segera menggelar dialog dengan masyarakat Papua. Selain itu, Polri, TNI, dan intelijen diminta untuk bekerja sama dalam melakukan tugas keamanan.
Dia menilai aparat kemanan selama ini cenderung bekerja sendiri-sendiri sehingga tidak memberikan informasi akurat kepada pemerintah pusat. "Laporan ke Jakarta hanya 'aman terkendali', begitu saja. Padahal sudah menggelinding. Sehingga keputusan Presiden tidak pas. Harus dilakukan juga pendekatan diplomatis kepada masyarakat," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA