TEMPO.CO, Jakarta - Menguatnya bursa saham dan mata uang Asia mampu melecut rupiah kembali berada di bawah 9.400 per dola Amerika Serikat (AS). Adanya harapan bahwa Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan melakukan kebijakan pelonggaran moneter memicu para pelaku pasar kembali memburu aset – aset yang berimbal hasil dan berisiko tinggi.
Terapresiasinya euro kembali ke level US$ 1,26 dan yen Jepang dibawah 79 per dolar AS mendorong pelemahan mata uang Negeri Paman Sam. Imbasnya, tekanan dolar AS mereda sehingga rupiah berhasil menguat diakhir pekan.
Diakhir pekan ini nilai tukar rupiah berhasil menguat 51 poin (0,54 persen) ke level 9.398 per dolar AS. Naiknya harga – harga saham di bursa regional membuat mata uang Asia ikut menguat dan tidak terkecuali dengan rupiah.
Treasury Research dari Bank BNI, Apressyanti Senthaury mengatakan, mencuatnya ekspektasi bahwa The Fed (Bank Sentral AS) akan menggulirkan kebijakan pelonggaran moneter lanjutan dalam pertemuan Dewan Gubernur pekan depan memicu aksi risk appetite di pasar finansial global. “Memburuknya data – data ekonomi AS yang dirilis dalam beberapa pekan terakhir semakin mengentalkan harapan adanya kwantitatif lanjutan,” paparnya.
Namun, kekhawatiran dipasar finansial global belum berakhir, para pelaku pasar melakukan antisipasi menjelang pemilu di Yunani 17 Juni mendatang. Dari polling yang dilakukan untuk sementara Partai New Democracy (pendukung bailout) memimpin perolehan suara sehingga mampu meredakan kecemasan bahwa Negeri Para Dewa akan keluar dari Uni Eropa.
Apresiasi rupiah sempat tertahan setelah dolar AS menguat pasca Spanyol meminta bantuan ke Uni Eropa senilai 100 miliar euro untuk merekapitalisasi sektor perbankan dan Cyprus juga meminta dana talangan.
Yen Jepang menguat 0,53 persen ke 78,94 per dolar AS, euro juga terapresiasi hingga kembali ke US$ 1,26 membuat dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang regional, termasuk rupiah. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia turun 0,239 poin ke level 81,751.
VIVA B. KUSNANDAR