TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan berencana membina tukang gigi demi menyamakan kompetensi mereka dengan standar yang dimiliki Kementerian. “Kami akan membuat pelatihan agar tukang gigi bekerja dengan lebih profesional,” kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, Supriyantoro, di Jakarta, Jumat, 15 Juni 2012.
Menurut dia, ada sejumlah program pembinaan, yaitu pendataan dan pemetaan kemampuan tukang gigi oleh dinas kesehatan kota/kabupaten, kemitraan antara tukang gigi dalam menjalankan pekerjaan dengan profesi kesehatan gigi, baik teknisi gigi, perawat gigi, dan dokter gigi.
Pendataan dan pemetaan kemampuan tukang gigi, kata Supriyantoro, bertujuan untuk menghitung jumlah tukang gigi yang berpraktek. Program ini juga bertujuan menilai apa saja kemampuan tukang gigi dan apa saja yang harus pemerintah lakukan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Kementerian Kesehatan menangguhkan pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871 Tahun 2011. Isi peraturan ini adalah tukang gigi hanya berwenang membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh. Sedangkan kewenangan tukang gigi untuk memasang gigi tiruan lepasan dengan tidak menutup sisi akar gigi dicabut. Peraturan ini kemudian mengundang reaksi tukang gigi. Mereka menganggap peraturan tersebut akan mematikan mata pencaharian.
Peraturan nomor 1871 mencabut Permenkes Nomor 339 Tahun 1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi. Konsekuensi dari penundaan itu membuat tukang gigi masih dapat berpraktek membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan dengan tidak menutup sisi akar gigi dicabut.
Sebelumnya kewenangan itu diatur dalam Permenkes Nomor 339 Tahun 1989. Kebijakan itu juga sekaligus memperpanjang Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 21 Tahun 2012 yang mengatur masa peralihan berlakunya Permenkes 1871 Tahun 2011.
Dalam program kemitraan, pemerintah berencana menggandeng tukang gigi dengan profesi kesehatan gigi, yaitu teknisi gigi, perawat gigi, dan dokter gigi. Supriyantoro mengatakan pekerjaan tukang gigi tetap ada. "Namun dilakukan dengan cara bermitra dengan puskesmas, rumah sakit, laboratorium teknik gigi, atau praktek dokter gigi,” kata dia.
Selain itu, pemerintah juga berencana membuat program pendidikan tukang gigi. Program ini dimaksudkan agar tukang gigi bekerja dengan kompetensi yang telah sesuai standar Kementerian Kesehatan serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan tukang gigi.
Program berikutnya, yaitu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan tukang gigi. “Intinya, kami ingin menjembatani dua pihak,” kata dia, sembari menambahkan, Kementerian ingin tukang gigi tetap dapat bekerja dan masyarakat tetap terlindungi.
Sekretaris Jenderal Ikatan Tukang Gigi Indonesia Faisol Abrori mengatakan pembinaan memang salah satu kunci untuk meningkatkan mutu kerja tukang gigi. "Memang harus ada pembinaan dari Kementerian Kesehatan dan hal itu juga sudah dijanjikan pemerintah," kata Faisol.
Namun, kata dia, bentuk pembinaan yang dijanjikan pemerintah masih belum jelas konsepnya. Ia mengatakan Kementerian Kesehatan seolah-olah menutup diri dalam pembahasan program pembinaan tersebut. Saat tukang gigi bertemu dengan Kementerian Kesehatan, kata dia, pemerintah juga enggan menjawab bagaimana program itu nantinya. "Misalnya pembinaan dilakukan oleh dokter gigi atau profesi yang lain, masih belum jelas," kata dia
RAFIKA AULIA