TEMPO.CO , Kabul: Dulu, sosok Mohammad Najibullah, presiden ketujuh Afganistan, kerap tampil di layar televisi dalam citra menyeramkan. Cuplikan gambar pria yang juga tangan kanan Uni Soviet di Afganistan itu kerap diiringi suara tank militer yang tengah bergerak.
Namun 16 tahun sejak kematiannya yang tragis di tangan kelompok Taliban, Najibullah justru berhasil meraup popularitas. Penduduk Ibu Kota Kabul dapat membeli suvenir bergambar Najibullah, baik berupa kaus, kalender, buku, maupun DVD bajakan di pasar kaki lima paling ramai di kawasan Mandawi.
“Penjualan suvenir bergambar Najibullah dalam citra yang religius semakin meningkat,” kata seorang pedagang kaki lima di kawasan Mandawi, Khan Agha, dengan gembira.
Pemimpin berhaluan komunis yang dulu sangat ditakuti itu, kini bahkan menjadi pahlawan di dunia maya. Cuplikan pidato Najibullah tentang rekonsiliasi seluruh kelompok etnis Afganistan pada awal 1990-an beredar luas di situs YouTube, forum diskusi, dan akun-akun jejaring sosial.
Bagi kebanyakan rakyat Afganistan, ia mewakili impian perdamaian yang semakin pudar di negara mereka.
Kekuatan Najibullah memberi kebutuhan dasar warga Afganistan, seperti makanan dan keamanan, merupakan kelebihannya. “Dua hal ini tidak bisa diberikan rezim Taliban maupun Presiden Hamid Karzai,” ujar Daoud Kaiyan, mantan pemimpin media pemerintah sekaligus sahabat Najibullah selama 45 tahun terakhir.
Bahkan ramalan Najibullah mengenai perebutan kekuasaan antara suku-suku dan etnis Afganistan menjadi kenyataan. “Ia kerap menyatakan bahwa rakyat Afganistan harus membayar dengan darah dan kehormatan atas nama agama,” ujar sahabat lama Najibullah, Pashtunyar.
Meski meminta rakyat melihat Najibullah dalam perspektif yang lebih luas, penulis buku tentang Afganistan, Assem Akram, mengakui kelebihannya. “Pemerintahan Najibullah terlihat normal dibanding penguasa Afganistan selanjutnya,” tutur Akram. “Ia memang pembunuh, tapi yang rakyat ingat adalah kehidupan normal di bawah kekuasaannya.”
AL JAZEERA | SITA PLANASARI AQUADINI