TEMPO.CO, Jakarta - PT Merpati Nusantara Airlines siap melaporkan hasil temuan korupsi di internalnya ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Jika Kementerian meminta, segera akan kami serahkan," kata Direktur Utama Merpati, Rudy Setyopurnomo, ketika ditemui di kantor Merpati, Jumat, 22 Juni 2012.
Rudy mengatakan pihaknya sudah bekerja sama dengan BPKP, BPK, dan KPK untuk membersihkan korupsi di perusahaan pelat merah itu. Jika Kementerian ada perhatian khusus dengan masalah ini, maskapai itu akan menyambut baik.
Menurut Rudy, tingkat korupsi di Merpati sudah 60 persen. "Dari 20 divisi yang ada, 12 ada dugaan korupsi," kata mantan Komisaris Utama Merpati ini. Ia menyebutkan beberapa divisi yang sering mengalami kebocoran, seperti revenue di ticketing dan di divisi teknik banyak spare part yang hilang.
Mengenai avtur, kata Rudi, ada pegawai yang mengambil bahan bakar pesawat kemudian dijual ke luar. Masalah kargo dan biaya bagasi penumpang juga menjadi ladang korupsi.
Rudy enggan menyebut nilai kerugian temuan itu. Menurut dia, kerugian tidak hanya pada nominal uang, tapi pada kinerja pegawai perusahaan BUMN ini. "Mereka lebih sibuk mencuri daripada bekerja. Buktinya mereka membiarkan Merpati rugi Rp 700 miliar per tahun," ujar Rudy.
Rudy sudah memecat 10 orang yang terlibat dalam dugaan korupsi, sebagian sudah dipolisikan. Namun ia menolak menyebut nama dan jabatan orang yang diberhentikan. Rudy mengatakan pihaknya membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk membersihkan Merpati dari korupsi. Ia akan fokus pada area yang bermasalah.
"Dari area yang bermasalah itu ternyata ada yang ketahuan mencuri," ujar Rudy. Ia tidak menutup kemungkinan jika 2-3 bulan lagi ada beberapa nama yang akan diberhentikan dan dipidana juga.
Wakil Menteri BUMN Mahmudin Yasin mengatakan pihaknya akan sesegera mungkin meminta laporan penyelidikan dari Merpati. Kementerian akan mempelajari dan kemudian akan menginvestigasi masalah di Merpati.
SUNDARI
Berita terkait
Lagi, Merpati Minta Modal
Dirut Merpati: Korupsi di Merpati Sudah Parah
Merpati Yakin Bisa Untung, DPR Tak Percaya