TEMPO.CO, Tegal - Kantor cabang Bank Indonesia Tegal mensinyalir ada 10 perusahaan eksportir yang tak melaporkan hasil devisa ekspor lewat sejumlah bank konvensional yang selama ini sebagai tempat transaksi. Bank Indonesia bisa mengeluarkan sanksi hingga pemblokiran bea cukai bila perusahaan tersebut tak tunduk pada kewajiban yang telah diatur oleh Menteri Keuangan ini.
“Padahal mereka harus melaporkan dalam batas waktu hingga 90 hari setelah melakukan ekspor,” ujar pemimpin kantor cabang Bank Indonesia Tegal, Yoni Depari, Senin, 25 Juni 2012.
Sepuluh perusahaan eksportir tersebut berada di wilayah kerja kantor cabang bank Indonesia Tegal dengan total perusahaan eksportir yang mencapai 47 unit. Perusahaan itu juga siap membayar denda senilai 5 persen dari nilai devisa ekspor dengan realisasi uang antara Rp 10 hingga Rp 100 juta.
Sanksi ini mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2012 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13 Tahun 2011. Pemerintah beralasan laporan hasil devisa ekspor ini sangat membantu sebagai acuan stabilitas makro ekonomi, nilai tukar dengan mata uang asing, serta mendukung harga dan stabilitas inflasi serta pasar konsumsi dalam negeri.
“Artinya keberadaan laporan hasil devisa ini sangat vital sebagai acuan kebijakan ekonomi,” ujar Yoni.
Sejumlah perusahaan ekspor di wilayah kerja Bank Indonesia Tegal ini meliputi pengolahan ikan, kerajinan kayu, otomotif, dan hasil pertanian serta produk tradisional. Yoni enggan menyebut nilai ekspor dan sejumlah perusahaan yang bermasalah tersebut karena masih dalam proses penyelidikan dan permintaan klarifikasi. “Ada yang nilai ekspornya dalam sekali pengiriman mencapai US$ 9 juta,” kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Toto Subandrio, mengaku baru ada satu dari delapan perusahaan eksportir yang tak melaporkan nilai ekspor ke instansinya. Perusahaan tersebut memproduksi suku cadang otomotif untuk kebutuhan perusahaan di Eropa.
“Tahun ini belum melapor, padahal tahun sebelumnya sudah memberikan data hasil penjualan,” ujar Toto.
Menurut dia, saat ini justru ekspor mebel menjadi andalan daerah Kabupaten Tegal yang dikenal sebagai produsen suku cadang otomotif dan kerajinan logam. Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai Rp 103 miliar “Ini jauh lebih tinggi dibanding ekspor ikan dan suku cadang otomotif.”
Kenaikan nilai ekspor mebel ini dipastikan terjadi pada 2012, yang telah mendapatkan order US$ 800 ribu untuk pengiriman awal Maret ke Amerika Serikat. Sedangkan pemesanan dari Jerman mencapai US$ 200 juta yang kemungkinan dikirim awal bulan Agustus.
EDI FAISOL