Insentif itu akan diatur dalam peraturan pemerintah mengenai mobil hibrida low cost green car (LCGC) yang dipayungi peraturan pemerintah tentang low carbon emission.
Sudah pasti salah satunya masalah perpajakan, kata Sekretaris Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Syarif Hidayat di Bandung. Insentif lainnya masih dibahas.
Syarif menegaskan pemerintah terus mendorong perusahaan otomotif untuk memproduksi mobil hemat energi. "Paling tidak 1 liter untuk 22 kilometer.
Saat ini Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan sedang merumuskan PP terkait sebelum diajukan ke presiden. Peraturan low carbon emission bertujuan memberikan prioritas kepada perusahaan otomotif untuk memproduksi mobil ramah lingkungan dengan emisi karbon rendah dan hemat energi.
Mobil-mobil tersebut nantinya akan dibebaskan dari bea masuk. Dalam jangka waktu dua tahun, produsen mobil hibrida diminta membangun pabrik di Indonesia.
Selain itu, pemerintah berencana mengurangi luxury tax atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang sebelumnya sebesar 25 persen. Pengurangan itu sendiri bertujuan memberikan keringanan agar mobil hibrida ramah lingkungan bisa setara dengan mobil non-hibrida.
Syarif menambahkan pihaknya juga tengah mempersiapkan platform (desain) pembuatan mobil murah dan ramah lingkungan dengan menggandeng Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi. "Dana yang sudah disiapkan Rp 50 miliar. Nanti desain itu bisa digunakan oleh perusahaan yang ingin mengembangkan.
Program desain itu, kata dia, disusun untuk membantu perusahaan pengembang mobil agar memenuhi kebutuhan mobil murah dan ramah lingkungan untuk masyarakat. Adapun mobil yang diproduksi, di antaranya mobil pikap, angkutan penumpang, dan mobil off road untuk medan di perkebunan. "Harganya sekitar Rp 50 juta," kata Syarif.
Menurut dia, saat ini banyak perusahaan yang memproduksi mobil tersebut, di antaranya PT Super Gasindo dan PT Inka. Inka bahkan sudah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Makassar untuk memproduksi 50 mobil murah bernama Moko.
Presiden Direktur Nissan Motor Indonesia Kintaro Izumida mengatakan program mobil ramah lingkungan memerlukan infrastruktur penunjang agar bisa berkelanjutan. "Sebenarnya, Nissan sendiri sudah memiliki teknologi yang siap diaplikasikan untuk konsep mobil ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan bakar gas," ujarnya.
Konsumen, kata dia, akan berpikir kembali memiliki mobil berbahan bakar gas jika infrastruktur penunjangnya masih kurang. Kecenderungan pasar saat ini adalah menghendaki kemudahan dari apa yang mereka miliki.
Juru bicara KIA Motors Indonesia, M. Leman Natakusumah, menyatakan pihaknya siap memproduksi mobil ramah lingkungan. "Kami tunggu dulu insentif dan kebijakan pemerintah seperti apa.
ANGGA SUKMA WIJAYA | SYAILENDRA
