TEMPO.CO , Jakarta: Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Aviliani, menilai bahwa pinjaman kepada IMF adalah hal yang tidak tepat. \"Kalaupun kita tidak memberikan bantuan, tidak ada konsekuensinya. Mengapa harus memberikan bantuan bagi IMF?” kata dia kepada Tempo.
Menurut dia, ketimbang memberikan bantuan kepada IMF, pemerintah seharusnya menganggarkan dana infrastruktur, perbaikan defisit anggaran, dan antisipasi krisis Eropa. Aviliani tidak yakin DPR akan mengabulkan permintaan pemerintah itu. \"Ini bukanlah sesuatu yang mendesak. Seharusnya mementingkan anggaran bagi perekonomian dalam negeri.”
Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan kontribusi tambahan modal untuk IMF ini harus dibicarakan dulu oleh pemerintah kepada DPR. “Kalau pemerintah mengeluarkan dana tanpa persetujuan DPR, itu ilegal,\" ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah masih mengkaji rencana pemberian pinjaman kepada Dana Moneter International (IMF) sebesar US$ 1 miliar atau Rp 9,5 triliun. \"Keputusan itu ada di tangan Presiden, tapi Indonesia sebagai anggota G-20 selayaknya turut berpartisipasi,\" ujarnya.
Kesepakatan antarnegara anggota G-20 untuk memberikan kontribusi modal kepada IMF ini telah disepakati dalam konferensi tingkat tinggi yang digelar di Meksiko beberapa waktu lalu. Negara-negara anggota G-20 bersepakat memberikan kontribusi untuk memperkuat permodalan IMF, yang nantinya akan disalurkan kepada negara-negara yang terkena imbas krisis ekonomi.
Bambang menuturkan, sebelum berkontribusi, terlebih dulu pemerintah akan mempertimbangkan faktor kebutuhan yang ada di dalam negeri. Kontribusi itu, kata dia, dapat dilakukan dengan cara membeli surat berharga yang ditawarkan oleh IMF. Pembelian surat berharga dipastikan tidak akan menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara, melainkan melalui cadangan devisa negara. \"Karena pembelian surat berharga tersebut nantinya untuk pengelolaan devisa masing-masing.”
Menurut dia, beberapa negara sudah memutuskan berkontribusi dengan menyumbang dana dalam jumlah tertentu, seperti Singapura (US$ 4 miliar), Cina (US$ 43 miliar), dan Jepang (US$ 60 miliar). Indonesia, jika memang ingin berkontribusi, diperkirakan paling banyak akan menyumbang sebesar US$ 1 miliar. “Pembelian surat berharga IMF ini tidak merugikan negara karena uang yang dikeluarkan akan tetap menjadi aset negara,” kata Bambang.
GUSTIDHA | SATWIKA | SETIAWAN