TEMPO.CO, Malang--Sebanyak 19 penyandang difabel atau calon mahasiswa berkebutuhan khusus mengikuti seleksi di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Rabu 4 Juli 2012. Para penyandang tuna rungu, tuna daksa, tuna wicara dan tuna netra mengikuti tes akhir wawancara penerimaan mahasiswa baru Unibraw.
Peluang kelulusan mereka tampaknya cukup tinggi karena jumlah pendaftar masih lebih rendah dari kursi yang tersedia. "Kuota yang tersedia sebanyak 20 kursi," kata petugas Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya, Agustina Shinta.
Unibraw menerapkan program khusus kelompok difabel. Berbeda dengan jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), di mana penyandang difabel harus bersaing dengan calon mahasiswa lain, melalui jalur khusus difabel akan lebih memudahkan mereka melanjutkan kuliah. "Program ini pertama kali dilakukan," kata Agustina.
Kampus berkomitmen membantu penyandang cacat mengenyam pendidikan tinggi. Maklum, hingga saat ini, kata Agustin, hanya sekitar 0,05 persen lulusan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa yang melanjutkan kuliah.
Para mahasiswa penyandang difabel diharapkan menerima beasiswa selama perkuliahan mendatang. Untuk menunjang perkuliahan, seluruh bangunan Universitas Brawijaya dilengkapi fasilitas untuk kaum difabel. Sehingga penyandang difabel tak terhambat saat mengikuti kegiatan perkuliahan.
Menurut Agustin, tes wawancara yang dilakukan hari ini untuk mengukur minat dan bakat serta kemampuan calon mahasiswa. Sehingga diharapkan mereka bisa belajar maksimal, tanpa terhalang keterbatasan fisik yang dialaminya. Selain itu, mereka akan mengikuti pemeriksaan kesehatan untuk disesuaikan dengan program studi yang dipilih.
Mereka diberi kesempatan memilih enam program studi yang disediakan. Antara lain, pendidikan dan sastra Inggris, teknologi informasi, biologi, ilmu perpustakaan, seni rupa dan pengembangan wilayah kota.
Salah seorang peserta, Reza Pahlevi, mengaku sangat gembira bisa meneruskan pendidikan tinggi. Ia memilih jurusan pendidikan dan sastra Inggris untuk mewujudkan cita-citanya menjadi guru bahasa. "Mumpung ada kesempatan," katanya.
Lulusan Madsarah Aliyah Negeri 2 Kediri ini menyandang tuna daksa sejak tiga tahun lalu. Setelah kecelakaan yang menyebabkan gangguan syarat tulang belakang. Sehingga, ruang geraknya semakin terbatas dan harus menggunakan alat bantu.
EKO WIDIANTO