TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, melarang pemerintah daerah mengelola dana Corporate Social Responsiby (CSR) sebuah perusahaan. "Itu sama saja dengan melanggar undang-undang karena yang berhak mengambil uang dari kita hanya pajak," ujarnya selepas seminar pengeloaan dana CSR dengan pengusaha Korea di Jakarta, Rabu, 4 Juli 2012.
Pengelolaan dana tanggung jawab sosial merupakan hak prerogratif tiap perusahaan. "Perusahaan lebih tahu siapa saja yang harus diberi dan sektor apa saja," ujarnya.
Menurut dia, banyak pemerintah daerah baik provinsi maupun tingkat dua berlomba memilikinya. "Kadang-kadang ada yang minta tiap tiga bulan ada juga tiap tahun," kata dia. Dalam prakteknya, pemda mengakali melalui penerbitan peraturan daerah (perda) atau peraturan provinsi, sehingga tiap perusahaan memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan itu. "Itu banyak disalahgunakan seolah-olah sebuah kewajiban buat pemerintah. Mereka penginnya kita kasih kemudian diambil dan mereka bagi-bagi duit itu."
Akibat aturan itu banyak perusahaan memilih tunduk terhadap pemda, tapi tidak sedikit yang menolaknya, dengan alasan dana yang dialokasikan sebagai dana pertanggungjawaban sosial itu akan diberikan secara langsung kepada masyarakat. "Sebab perusahaan lebih tahu siapa saja masyarakat yang mesti mendapatkan dana itu, ada yang buat sekolah, kesehatan, dan lainnya."
Korea Selatan sebagai salah satu investor regional Asia yang cukup besar berinvestasi di Indonesia memiliki potensi cukup besar dana tanggung jawab sosial. "Kami ajak mereka agar bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitar termasuk saya minta inisiatifkan hidupkan ukm (unit kegiatan masyarakat) sekitar juga. Inilah cara-cara yang kita inginkan."
JAYADI SUPRIADIN