TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengisyaratkan sangkaan terhadap Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, bakal semakin berat. Selain sudah menjadi tersangka suap, Amran dapat dijerat pasal melawan perintah petugas.
"Jangan lupa dalam kasus ini ada operasi tangkap tangan. Orang yang mengingkari kewajibannya dalam operasi tangkap tangan, itu pasti ada konsekuensinya," kata Bambang di kantornya, Kamis, 5 Juli 2012.
Bambang menegaskan, ada pasal yang bakal dikenakan kepada Amran karena melawan petugas. "Ada pasal yang mengatakan, melawan perintah petugas bisa kena," katanya.
Bupati Buol hampir saja tertangkap KPK pada 26 Juni 2012 lalu ketika penyidik mencokok General Manager PT Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori, di Buol. Komisi antirasuah menyita uang dugaan suap berjumlah miliaran rupiah. Uang ini diduga suap kepada Bupati Buol terkait penerbitan hak guna usaha perkebunan sawit di Kecamatan Bukal untuk PT Cipta Cakra Murdaya, dan PT Hardaya Inti Plantation.
Pada rekaman penangkapan yang kemudian beredar di media massa, KPK sudah berhadapan dengan Amran. Namun pengawal Amran menghalau penyidik sambil mengacungkan senjata tajam. Amran pun kabur.
Sehari kemudian, KPK mencokok kolega Anshori bernama Gondo Sudjoyo, Dedi Kurniawan, dan Sukirman di Bandara Soekarno Hatta. Ketiganya berada di Buol bersama Anshori saat pemberian suap, tapi kabur ke Jakarta melalui Gorontalo.
Meskipun tidak tertangkap, KPK tetap menetapkan Amran sebagai tersangka. Hari ini, surat pemanggilan Amran dikirim ke Buol. "Dia dipanggil sebagai tersangka," kata Bambang.
KPK berharap Amran memenuhi pemanggilan tersebut. Jika tidak, komisi antikorupsi mengisyaratkan pemanggilan paksa. "Prosesdur KUHP sederhana. Kalau dipanggil, maka dia punya kewajiban hadir. Kalau tidak hadir, hukum acara di KUHAP akan bekerja," Bambang menegaskan.
RUSMAN PARAQBUEQ