TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan ada yang janggal dalam fenomena pendistribusian Al-Quran. Seharusnya Komisi Agama DPR tidak ikut mendistribusikan kitab suci tersebut karena DPR bukanlah lembaga eksekutif dan bukanlah implementor program.
"Itu ngawur, tidak etis, dan tidak wajar. DPR hanya memiliki tugas untuk menetapkan undang-undang dan APBN. Fungsi pengawasan untuk distribusinya saja dia tidak punya," kata Roy kepada Tempo, Kamis, 5 Juli 2012.
Roy menjelaskan, sistem distribusi Al-Quran sudah memiliki anggarannya sendiri. Jika anggota DPR mendapatkan jatah 500 eksemplar per orang, apakah mereka mendapatkan anggaran distribusinya? “Kalau ternyata mereka bilang dapat, itu pelanggaran yang lain lagi. Soalnya tidak ada kondisi yang membuat mereka harus ikut menjadi distributor. Kecuali ada bencana alam,” kata dia.
Menurut Roy, fenomena ini jelas ada motif suap di baliknya. Anggota Komisi Agama DPR mencoba mempolitisasikan barang milik negara untuk mendapatkan keuntungan. Tambahan, ternyata perusahaan distributor berada di Riau, padahal percetakan ada di Jakarta.
Selain jarak antara percetakan dan distributor yang kelewat jauh, sistem tendernya pun tidak profesional. Menurut data yang dimiliki Roy, distribusi Al-Quran untuk 2011 baru ditenderkan pada tahun 2012, dengan jumlah Rp 1,8 miliar. Tahun sebelumnya berjumlah Rp 1,12 miliar.
"Seharusnya dari awal Kementerian Agama menggunakan sistem paket untuk tendernya. Jadi perusahaan yang digandeng adalah perusahaan yang mampu untuk mencetak dan juga untuk mendistribusikan," kata dia.
Al-Quran yang proses pengadaannya diduga dikorupsi itu ternyata juga dibagikan ke anggota Komisi Agama DPR. Setiap anggota Komisi mendapatkan jatah sebanyak 500 eksemplar dari Kementerian Agama. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Machsan Moesa, mengatakan semua anggota Komisi Agama mendapat jatah Al-Quran dari Kementerian Agama.
Menurut Ali, Quran itu diterima lantaran untuk membantu distribusi. "Makanya teman-teman sudah ada yang bagikan ke konstituen." Ali mengaku siap mengembalikan Al-Quran itu jika dianggap tidak tepat. (Baca: Anggota Komisi Agama Dapat Jatah Quran Gratis)
Di sejumlah daerah, yang terjadi justru sebaliknya. Misalnya di Kabupaten Bojonegoro. Jatah Al-Quran pada 2010 dan 2011 di Kabupaten Bojonegoro tercatat hanya dua kardus, yang satu kardus berisi 36 eksemplar. Pada 2012, jatahnya naik menjadi 31 kardus, yang ditujukan untuk para fakir miskin yang tersebar di 27 Kabupaten Bojonegoro. (Baca: DPR Kaget Setengah Juta Al-Quran Menumpuk)
ELLIZA HAMZAH | IRA GUSLINA
Berita Terkait:
Kemenag Tak Tahu Al-Quran Menumpuk di Gudang
DPR Kaget Setengah Juta Al-Quran Menumpuk
KPK Periksa 8 Proyek Kementerian Agama
Bukan Hanya Suap, Pengadaan Al-Quran Bermasalah
Proyek Pengadaan Al-Quran Bengkak 44 Kali Lipat
Setengah Juta Al-Quran Teronggok di Gudang