TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, adalah tersangka pertama yang ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan mengenakan baju tahanan. Amran menggunakan baju tahanan saat keluar melalui pintu depan kantor KPK menuju rutan. Rutan itu berada di lantai dasar.
"Ya, dia sudah dipakaikan baju tahanan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, Jumat, 6 Juli 2012.
Baca Juga:
Baju tahanan itu berwarna putih lengan panjang, menyerupai jaket. Di bagian punggung bertuliskan "TAHANAN KPK". Tulisan yang semuanya huruf kapital tersebut berwarna hitam, kecuali huruf "P" pada kata "KPK" yang berwarna merah.
KPK menggiring Amran menuju rutan sekitar pukul 22.40 WIB. Amran berjalan sambil dikawal beberapa petugas keamanan KPK. Amran sama sekali tidak berkomentar kepada wartawan. Dia hanya tertunduk sambil sesekali menyembunyikan mukanya dari sorotan kamera.
Priharsa mengatakan Amran ditahan di Rutan KPK selama 20 hari ke depan. "Atas pertimbangan penyidikan, dia ditahan selama 20 hari ke depan," kata dia.
Amran tertangkap di kediamannya, Jumat dinihari. Komisi antirasuah merancang sejak awal penangkapan terhadap Bupati Buol tersebut karena pertimbangan keamanan. Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan menunggu lama sampai merangsek masuk kediaman Amran, kemudian mencokoknya.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan penangkapan terhadap Amran tidak mudah. Sebab, di depan kediamannya, berkerumum massa yang mendirikan tenda. Ada juga senjata tajam yang tergeletak di antara massa. "Itu sebabnya KPK bertindak smart dan hati-hati," kata Bambang saat konferensi pers.
Menurut Bambang, tim KPK bersama petugas keamanan sudah mengawasi kediaman Amran sejak Kamis. Setelah massa di rumah Amran berkurang, pukul 03.30, tim KPK bergerak. Mulanya, kata Bambang, tim mengetuk pintu. Karena pintu tidak dibuka, tim mendobraknya. "Prosesnya tidak lama, hanya 3-5 menit," katanya.
Dia mengatakan KPK menjemput paksa Amran karena mangkir dari pemanggilannya sebagai tersangka untuk diperiksa Kamis kemarin. Amran tersangka dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Kasus Amran berawal dari tertangkapnya General Manager Hardaya Inti Plantation Yani Anshori di vila milik politikus Partai Golkar itu. Amran kala itu berada di lokasi. Tapi pengawal Amran melawan sehingga bos mereka bisa kabur. Bahkan mobil Amran menabrak sepeda motor petugas KPK.
Sehari kemudian, KPK mencokok kolega Anshori bernama Gondo Sudjoyo, Dedi Kurniawan, dan Sukirman, di Bandara Soekarno-Hatta. Ketiganya ikut bersama Anshori di Buol saat pemberian suap, namun kabur. Hanya Gondo yang dijadikan tersangka. Dua orang lainnya berstatus saksi.
Anshori dan Gondo berperan sebagai pemberi suap kepada Amran terkait dengan penerbitan hak guna usaha perkebunan PT Cipta Cakra Murdaya dan PT Hardaya Inti Plantation di Kecamatan Bukal. Dua perusahaan ini adalah milik Siti Hartati Murdaya. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini pun sudah dicegah ke luar negeri beserta beberapa anak buahnya.
Bambang mengatakan, pada peristiwa tangkap tangan tersebut, KPK bertindak tegas. Kala itu, komisi antirasuah menduga Amran melakukan perlawanan. Bahkan pendukung Amran mengancam petugas KPK. Akhirnya penangkapan tersebut sangat hati-hati.
RUSMAN PARAQBUEQ
Berita Terkait:
Saat Ditangkap, Bupati Buol Pakai Sarung
Hari Ini, Bupati Buol Akhirnya Ditangkap
KPK Bakal Perberat Sangkaan ke Bupati Buol
Hari Ini, Menteri Agung Laksono akan Diperiksa KPK
Direktur Perusahaan Hartati Murdaya Bungkam