TEMPO.CO, Kulon Progo - Para petani di pesisir pantai selatan Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, keberatan diberitakan merusak sepeda balap atlet nasional. "Kalau kami niat merusak, sudah kami hancurkan semuanya. Kenyataannya ketegangan justru dipicu pelatih dan para atlet," kata Burhanuddin saat ditemui di Dusun Garongan, Panjatan, Kulon Progo, tepat di lokasi kecelakaan, Kamis, 12 Juli 2012.
Pada Senin pagi, 9 Juli 2012, di Jalan Daendeles, Kulon Progo, sejumlah atlet balap sepeda asal Yogyakarta yang tengah berlatih untuk Pekan Olaraga Nasional mengalami kecelakaan. Ketika para atlet sedang memacu sepedanya, tiba-tiba ada pengendara motor Yamaha RX King menghalangi rombongan para atlet.
"Sebagian atlet bisa menghindari kecelakaan, tetapi urutan kelima hingga sepuluh tak bisa menghindar," kata Rastra Patria, 23 tahun, salah seorang anggota tim balap sepeda. Akibatnya, lima atlet terluka dan sepeda mereka rusak.
Kecelakaan terjadi tepat ketika rombongan atlet berpapasan dengan para petani yang akan berdemonstrasi ke Yogyakarta menolak penambangan pasir besi di wilayah mereka. Setelah peristiwa itu, ada tudingan rusaknya sepeda atlet akibat ulah petani.
Padahal, menurut Burhanuddin, selain rusak karena tabrakan, juga ada salah seorang atlet yang melemparkan sepeda ke arah petani. Burhanuddin mengaku terkena sepeda yang dilemparkan itu.
Menurut Burhanuddin, sesaat setelah kecelakaan, ada salah seorang official atlet yang memukul pengendara RX King. Para petani mencoba melerai sekaligus menolong para atlet yang jatuh. Namun justru dilempar sepeda balap.
Burhanuddin mengatakan, setelah kecelakaan, para petani memberi pertolongan pertama serta menyuguhkan minuman di salah satu rumah petani. Pengendara RX King, kata Burhanuddin, justru bukan petani setempat, melainkan warga wilayah lain yang kebetulan lewat.
"Jalan itu milik bersama, masing-masing harus hati-hati. Bukan justru menyalahkan dan menuding kami yang merusak sepeda," kata Burhanuddin.
Ia meminta pengurus para atlet itu tidak hanya menyalahkan pengguna jalan lain, apalagi sampai memukul. Para petani, kata dia, tak mau dianggap sebagai perusak.
MUH SYAIFULLAH