TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, Mulya Effendi Siregar, menyoroti tingginya biaya tenaga kerja, terutama remunerasi direksi. "Biaya karyawan tidak terlalu besar, tetapi biaya direksi bank di Indonesia paling tinggi dibandingkan dengan negara Asean lainnya," kata Mulya dalam acara Penghargaan Perbankan, Rabu malam, 18 Juli 2012.
Mulya menjelaskan, data itu diperoleh dari penelitian BI terhadap komponen biaya overhead bank. Survei dilakukan terhadap empat bank besar di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Biaya overhead, misalnya biaya tenaga kerja, promosi, barang dan jasa, dan lain-lain. Ternyata persentase tertinggi ada di biaya tenaga kerja. "Biaya karyawan, kalau tidak salah, Indonesia nomor 3. Giliran biaya direksi nomor 1," ujar Mulya.
Biaya remunerasi direksi bank di Filipina rata-rata Rp 1,1 miliar per tahun, Thailand Rp 2 miliar per tahun, Malaysia Rp 5,6 miliar per tahun, dan Indonesia Rp 12 miliar per tahun.
Adapun biaya tenaga kerja menyumbang 2,44 persen dari overhead rata-rata bank di Indonesia atau 1,81 persen di Filipina, 1,74 persen di Malaysia, dan 1,34 persen di Thailand.
"Efisiensi harus dilakukan. Dan kalau bisa pemangkasan biaya untuk menurunkan ongkos. Yang tidak bisa turun, jangan dipaksa. Termasuk soal remunerasi direksi. ASEAN bisa segitu, kenapa Indonesia tidak." Ia yakin ongkos operasional bank masih bisa ditekan.
Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono meragukan data tersebut. "Datanya harus dikaji lebih dalam," kata dia. Logikanya, menurut Sigit, kalau kondisi bank di Indonesia seperti itu, investor Malaysia dan Singapura tidak akan tertarik membeli bank nasional.
Sigit menilai, tak salah jika bank membayar mahal direksi dan tenaga kerja agar layanan bagus. Kecuali, bank di Indonesia dalam keadaan terpuruk seperti di Amerika Serikat, baru bisa mempersoalkan gaji. "Di sini bank bagus. Semua rasio perbankan bagus, NPL cuma sekitar 2,2 sekian, pertumbuhan kredit bagus, suku bunga kredit rendah dan bisa lebih rendah lagi," kata dia.
Soal tingginya biaya overhead di Indonesia, menurut Sigit, bukan hanya persoalan gaji, melainkan juga biaya ekspansi seperti pembukaan cabang, serta investasi teknologi. Perbankan Malaysia, kata dia, tidak bisa lagi membuka banyak cabang. Biaya perjalanan bisnis domestik juga tergolong mahal karena Indonesia negara kepulauan. "Internal auditor harus naik pesawat. Di Singapura pakai MRT, Malaysia juga, jalan darat."
Meskipun begitu, Sigit setuju terhadap rencana BI membuat standar biaya bisnis bank sebagai acuan untuk mendorong efisiensi. Diharapkan di masa depan perbankan bisa memberikan layanan yang lebih murah, termasuk dalam hal suku bunga kredit.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler:
Demi Fans Muslim, Madrid dan Barca Revisi Logo
Yoris : Jika Kalla Dipecat, Golkar Hancur
Sejoli Pegawai Negeri Ketahuan Mesum di Toilet
Setelah 15 Tahun, PT Dirgantara Kini Buka Lowongan
Pelacur dan Mucikari Demo Kantor DPRD
Indonesia Akan Miliki 75 Pencakar Langit
Nissan Juke Indonesia Kena Recall
Pengurus Golkar Tak Kompak Soal Pemecatan Kalla
Steve Wozniak : Saya Lebih Hebat dari Steve Jobs
Akbar: Pemecatan Kalla Bisa Blunder