TEMPO.CO, Tegal--Kota Tegal kembali menghadapi ancaman sebagai lautan sampah, hal ini terkait masa habis kontrak lahan pembuangan akhir (TPA) di Muarareja yang berakhir pada bulan Oktober tahun ini. Sementara pembangunan di lahan pengganti hasil tukar guling di kawasan Bokongsemar, baru bisa dilakukan tahun 2013 mendatang.
"Ini dilema, di sisi lain kami ingin menangani sampah, namun dewan masih saja protes," ujar Wali Kota Tegal Ikmal Jaya.
Menurut ikmal, hambatan pembangunan tempat pembuangan akhir baru ini akibat protes anggota yang mempertanyakan mekanisme tukar guling antara tanah pemerintah Kota Tegal dan lahan Bokongsemar dikelurahan Kaligangsa.
Padahal, Ikmal menjelaskan, penempatan TPA baru di lahan tersebut sesuai dengan peraturan daerah tentang rancangan tata ruang dan wilayah serta telah menjadi program pemerintah tahun sejak 2008 yang telah diputuskan. "Keputusan ini dengan pertimbangan ilmiah sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang lingkungan hidup," ujar Ikmal Jaya menambahkan.
Bila lahan ini tak segera digunakan, pemerintah Kota Tegal akan kewalahan menghadapi sampah rumah tangga yang rata-rata setiap hari mencapai 700 kubik. Ancaman lautan sampah ini menjadikan Ikmal tetap nekat melakukan pembangunan tempat pembuangan akhir di lahan yang sebelumnya diganti dengan tiga lahan milik pemerintah Kota Tegal, masing-masing di kelurahan Keturen, Pekauman dan Kraton .
Ia beralasan pengadaan lahan TPA ini tak harus mendapat persetujuan DPRD karena menyangkut kepentingan umum. "Itu sudah diatur oleh peraturan pemerintah dan undang-undang, kami hanya memberikan pemberitahuan ke dewan," katanya.
Sementara itu ketua komisi III dewan perwakilan rakyat darah Kota Tegal Abdullah Sungkar beralasan lahan yang hendak digunakan untuk TPA kondisinya tak memenuhi syarat karena berupa rawa dan sebagai kawasan penyangga Kota Tegal dari ancaman banjir. "Ini tak sesuai dengan kegunaan, karena sampah yang dibuang harus ditutup dengan tanah," ujar Abdullah Sungkar.
Alasan lain yang ia sampaikan proses tukar guling tanah yang tak transparan dan cenderung ada kesengajaan untuk meraup keuntungan pribadi wali kota . Diantaranya keterlibatan pihak ke tiga yang telah menggrap tanah milik pemerintah Kota Tegal, sedankan proses penukaran belum belum final. “Pihak ketiga yakni pengembang sudah berani menguruk tanah milik Pemkot dan memasarkan sebagai perumahan,” ujar Abdullah menjelaskan.
Menurut dia, saat rapat dengar pendapat dnegan DPRD wali Kota Tegal Ikmal Jaya menyebutkan proses tukar guling belum selesai, namun fakta di lapangan tanah pemerintah yang hendak ditukarkan telah dibangun untuk perumahan.
EDI FAISOL
Berita Populer:
Pemain Muda Indonesia Ini Dipuji Mirip Xavi
Misteri Terjawab, Wanita Itu Istri Jong Un
Kalah Hitung Manual, Ini Komentar Tim Foke
100 Persen Warga Tionghoa Pilih Jokowi-Ahok
Warisan Abadi Marissa Mayer di Google