TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat sebanyak 788 anak berhadapan dengan hukum dalam periode waktu Januari-Juli 2012. Dari pantauan Komnas ini, anak yang berhadapan dengan hukum itu harus berada di kursi pesakitan akibat melakukan berbagai jenis kejahatan, seperti pencurian, kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotik, dan sebagainya.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan kemiskinan telah menjadi akar utama permasalahan anak berhadapan dengan hukum. "Karena anak miskin, akhirnya dia melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidupnya," kata Arist dalam konferensi pers di kantornya Senin, 23 Juli 2012.
Arist mencontohkan kasus yang menimpa MS di Depok. Arist menduga salah satu penyebab MS tega menjadi eksekutor pembunuhan sadis akibat tergiur dengan bayaran yang dijanjikan otak pembunuhan ayah dan anak tersebut. Terlebih lagi, kata dia, MS juga memiliki hutang dan terus ditagih korban.
"Anak menjadi tidak dapat berpikir rasional akibat kemiskinan dan ketimpangan sosial yang membelitnya," kata Arist. Ia mengatakan biasanya anak remaja jauh lebih rentan berpikir tidak rasional saat ia terjerat kemiskinan. Terutama saat dirinya menginginkan kemapanan yang sama seperti kemapanan orang-orang yang ia lihat sehari-hari. "Saat dibujuk untuk menjadi eksekutor pembunuhan, ia mudah saja terpengaruh dan mau ikut melakukan kejahatan," kata Arist
Berdasarkan data yang ia miliki, sebanyak 774 kasus anak yang berhadapan dengan hukum berasal dari kalangan ekonomi bawah, sebanyak 11 kasus dari kalangan menengah, dan tiga kasus berasal dari kalangan atas. "Kebanyakan anak berhadapan dengan hukum adalah anak yang putus sekolah," kata Arist. Jumlahnya, kata dia, mencapai 420 kasus. Sedangkan anak berhadapan dengan hukum yang lulus SMA berjumlah 191 kasus, lulusan berjumlah SMP 113 kasus, dan lulusan SD berjumlah tujuh kasus.
Dari 788 kasus tersebut, kasus pencurian menjadi kasus terbanyak anak berhadapan dengan hukum yang berjumlah 312 kasus. Disusul kemudian dengan kasus kekerasan 128 kasus, kasus penggunaan senjata tajam 119 kasus, penyalahgunaan narkoba 79 kasus, perjudian 37 kasus, pelecehan seksual 24 kasus, pembunuhan enam kasus, dan penculikan sebanyak dua kasus.
Ada pun proporsi jenis kelaminnya adalah 759 anak laki-laki berhadapan dengan hukum dan anak perempuan sebanyak 29 anak. Mereka melakukan perbuatan melawan hukum di lingkungan sosial sebanyak 783 kasus, di lingkungan sekolah dua kasus, dan di lingkungan domestik satu kasus.
RAFIKA AULIA