TEMPO.CO, Pontianak - Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (Sporc) Kalimantan Barat memusnahkan ribuan batang kayu olahan dan ratusan kayu bulat dalam kawasan Cagar Alam Gunung Nyiut, Kabupaten Sambas. Kayu-kayu tersebut merupakan hasil pembalakan liar. Sesuai peraturan, kayu hasil pembalakan dari cagar alam atau hutan lindung, tidak boleh dilelang dan harus dimusnahkan.
Komandan Brigade Bekantan Sporc Kalbar, David Muhammad, mengatakan, sekitar 3.000 batang kayu olahan ukuran 8x16x4 meter ditemukan pada puluhan titik di kawasan tersebut. Bahkan, jumlah kayu olahannya bisa lebih dari 3.000 batang. Tak hanya itu, lebih dari 200 batang kayu bulat, dengan diameter lebih dari 1 meter yang juga merupakan hasil pembalakan liar, ikut teronggok dibeberapa tempat. “Kayu-kayu ini harus dimusnahkan. Jadi sebagain ada yang kita cacah, sebagian lagi kita bakar,” kata David.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Kayu Temuan, Sitaan dan Rampasan pada Pasal yang mengatur Obyek Lelang, Hasil Hutan Kayu Temuan dan Sitaan dan atau Rampasan yang tidak dapat dilelang, antara lain Hasil Hutan Kayu yang berasal dari Hutan Lindung dan Cagar Alam, sehingga harus dimusnahkan.
Pemusnahan tersebut, kata David, memang dilematis. Lantaran kayu-kayu jenis bengkirai tersebut merupakan kualitas terbaik. “Nilainya sangat mahal. Tetapi lebih mahal jika masih berupa tegakan, lantaran usianya diperkirakan sekitar 150 tahun. Diameternya 1 meter lebih dengan ketinggian pohon mencapai 40 meter lebih,” katanya. Pembalak melakukan penebangan secara sporadis. Tetapi diperkirakan areal yang sudah dibalak sekitar 100 hektar.
Tidak semua kayu hasil operasi tersebut, dapat dimusnahkan dalam operasi yang memakan waktu sepekan tersebut. Masih ada beberapa ribu batang yang belum dimusnahkan. Aparat tidak mungkin membakar barang temuan semua tersebut, lantaran dapat mengganggu habitat cagar alam. Mau tidak mau, harus dilakukan pencacahan dengan menggunakan gergaji mesin.
ASEANTY PAHLEVI