TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Nana Suparna, menilai sertifikasi kayu melalui sistem verifikasi legalitas kayu tidak efektif. Sebab aturan tersebut tidak menjangkau perusahaan-perusahaan kayu yang ilegal.
“Kalau perusahaan yang ilegal tentu tidak mau memverifikasi kayunya,” kata Nana saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Juii 2012.
Menurut Nana, pemerintah seharusnya menangani perusahaan-perusahaan kayu ilegal. Sebab perusahaan yang legal sudah barang tentu melakukan sertifikasi untuk kayunya.
“Kami yang legal tentu mau mengikuti proses itu, tapi kalau yang ilegal apa mereka mau? Jadi harusnya ditertibkan yang ilegal itu,” katanya.
Mahalnya biaya verifikasi legalitas disebut Nana menjadi salah satu penyebab minimnya perusahaan yang mengikuti sertifikasi. “Sudah mahal, makan waktu dan menjadi biaya ekonomi sangat tinggi,” ujarnya.
Selain itu, kata Nana, aturan verifikasi legalitas itu akan efektif jika konsumen atau negara tujuan ekspor sudah menerapkan aturan yang sama. Ketidakefektifan legalisasi itu disebut Nana karena saat ini banyak negara yang masih menerima kayu ilegal.
“Kalau Eropa dan Amerika Serikat sudah oke, tapi negara yang lain kan belum semua,” kata Nana.
Karena itu, Nana menyatakan verifikasi legalitas itu juga perlu diterapkan oleh semua negara yang terlibat. “Jadi biar efektif semua negara harus terapkan itu, tapi kalau tidak peredaran kayu ilegal tetap akan terjadi,” ujarnya.
Menurut dia, masih longgarnya sertifikasi kayu di negara lain bisa dimanfaatkan oknum pencuri kayu Indonesia untuk bisa mendapatkan sertifikasi di negara lain, dan diklaim sebagai kayu asal negara itu.
“Bisa saja mereka mendapatkan kayu dari Indonesia, lalu diklaim milik mereka dan dicap legal hingga bisa masuk ke negara-negara konsumen,” ujarnya.
Sehingga aspek legalitas kayu juga harus dilakukan terhadap sumber kayu tersebut.
Meski begitu, sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa sudah mengharuskan impor kayu legal. Menurut Nana, dengan adanya pemberlakuan aturan itu makan kayu legal yang masuk ke negara-negara itu bisa dijual dengan harga lebih tinggi.
“Jadi nilainya lebih tinggi di negara-negara itu,” ujarnya.
Pemerintah mendesak industri perkayuan untuk segera melakukan verifikasi terhadap produksi kayunya. Verifikasi melalui sistem verifikasi legalitas kayu harus dilakukan untuk menjamin jika kayu yang dihasilkan merupakan kayu legal. Apalagi sejumlah negara tujuan ekspor sudah menyetujui adanya regulasi kayu ekspor harus merupakan kayu yang legal.
DIMAS SIREGAR