TEMPO.CO, Bojonegoro - Puluhan modin atau pengurus jenazah di Kabupaten Bojonegoro akan dilatih memandikan jenazah penderita HIV/AIDS. Penanganan mayat penderita penyakit menular ini butuh keahlian khusus agar tidak menyebarkan penyakit gara-gara salah merawat mayat.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Bojonegoro, Mohammad Iksan, mengatakan angka kematian korban HIV/AIDS terus meningkat di kabupaten ini sejak tiga tahun terakhir. Di lain pihak, modin yang terlatih memandikan mayat dengan HIV/AIDS masih terbatas.
Tercatat dari tahun 2010-2011 hanya 60 modin yang ikut pelatihan. Jumlah itu jauh dari kebutuhan jika dibandingkan dengan areal Bojonegoro yang mempunyai 430 kelurahan/desa di 28 kecamatan.
Untuk itu, Dinas Kesehatan Bojonegoro akan menggelar pelatihan memandikan jenazah HIV/AIDS sedikitnya untuk 25 hingga 50 orang modin. Nantinya diproyeksikan satu kecamatan minimal ada dua-tiga modin yang bisa memandikan penyakit mematikan ini. “Ya, harus terus kami tambah,” kata Mohammad Iksan Apt kepada Tempo, Rabu, 25 Juli 2012.
Biasanya, bagi modin yang diikutsertakan pelatihan memandikan jenazah HIV/AIDS akan mendapatkan sertifikat dari Dinas Kesehatan. Modin di antaranya mendapatkan materi cara memandikan, seperti mencampur air mandi jenazah dengan desinfektan, kemudian mengunakan pelindung tangan agar tidak tersentuh langsung dengan jenazah. Modin terutama tidak menyentuh dan kontak daerah, cairan tubuh, dan sejenisnya.
Iksan mengatakan, kasus HIV/AIDS di Bojonegoro cenderung meningkat. Misalnya tahun 2010 terdapat 45 kasus dan 11 orang meninggal dunia. Kemudian tahun 2011 naik menjadi 64 kasus dan 10 orang meninggal dunia, hingga bulan Januari-Juli 2012 tercatat ada 48 kasus dan lima meninggal dunia. “Kami tidak tahu yang belum terdata. Jumlahnya mungkin lebih besar,” kata Ikhsan.
Sebelumnya, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo, Bojonegoro, dalam sehari merawat lima pasien HIV/AIDS. Lima pasien itu, empat dari Bojonegoro dan satu orang dari Tuban.
Lima pasien positif HIV/AIDS itu, empat di antaranya dirawat di ruang isolasi. Sedangkan satu pasien dari Kabupaten Tuban masih ditangani di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tiga dari lima pasien itu kondisinya mengkhawatirkan karena penyakit penyertanya kambuh dan sulit sembuh. Pihak rumah sakit kemudian melakukan perawatan intensif.
Menurut Sunhadi, pihak rumah sakit akan melakukan pengecekan terhadap status lima pasien tersebut. Apakah, yang bersangkutan menggunakan kartu miskin, yaitu lewat program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau lewat Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda). Makanya, jika memang ada pasien pemegang kartu ini, pihak rumah sakit akan menggratiskan.
Namun, kata dia, agak aneh jika pasien HIV/AIDS yang memegang kartu miskin. Sebab, proses penularan penyakit ini bermacam ragamnya. Mulai lewat jarum suntik yang biasanya pengguna narkotik dan obat-obatan atau proses seks bebas. "Makanya, harus kita teliti dulu. Tapi penyakit, kan, tidak memandan status," katanya kepada Tempo, Selasa, 24 Juli 2012. Dia menyebutkan, pasien kasus penyakit ini menjadi perhatian khusus rumah sakit.
SUJATMIKO