TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum menjabat menjadi anggota DPR sejak 1999, Emir Moeis dikenal sebagai dosen di Universitas Indonesia.
Pada awal reformasi, sebelum terpilih menjadi anggota DPR, Emir pernah melakukan gebrakan. Ketika itu, bersama Forum Komunikasi Staf Pengajar Perguruan Tinggi se-Jakarta mengusulkan agar ABRI tidak lagi duduk di DPR.
Sekitar 20-an staf pengajar menghadap DPR dengan dipimpin Emir dan diterima oleh Soerjadi Soedirdja, Sutiyoso, Jusuf Kalla, Teuku Hamid. Sejak masuk DPR, ia melesat menjadi politikus ulung.
Karier politiknya kerap bersinggungan dengan ranah hukum, tapi dia selalu lolos. Berikut beberapa kasus yang diduga melibatkan Emir.
CEK PELAWAT
Pada 8 Juni 2004, Miranda terpilih menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia. Esok harinya, Emir menerima cek dari Dudhie Makmum Murod.
Pada hari itu juga ia mengembalikan uang tersebut ke ruang Fraksi PDIP. Kepada koleganya Panda Nababan, Emir mengatakan, "Gua enggak mau terima duit-duit dari Miranda."
Dua hari kemudian ia kembali menerima cek Rp 200 juta dari Panda. Cek kali ini diaku Panda dari konstituen. Beberapa hari kemudian Emir baru mengetahui cek tersebut sama seperti yang diberikan Dudhie.
Ketika menjadi saksi untuk terdakwa Dudhie Makmun Murod, Emir mengakui pembagian cek dilakukan di ruangannya. "Pembagian cek dibagikan di ruang kelompok fraksi, tapi karena saya selaku Ketua Poksi PDIP di Komisi IX saat itu, wajar saja kalau ruang itu juga disebut ruangan saya," kata Emir, 5 April 2010.
REKENING CENTURY
Sejak tahun 2004 Emir tercatat sebagai nasabah Bank Century.
Menurut data PPATK, tercatat ada 137 setoran valuta asing ke rekening Emir yang mencurigakan. Di antaranya, selama periode 2007-2008, terdapat transaksi valas atas nama Emir dengan jumlah masuk US$ 337.092. Sedangkan jumlah keluar terdapat transaksi sebesar US$ 338.629. Kemudian pada 2008, yaitu pada 5 Maret, 16 Mei, dan 17 Juli, terdapat pengiriman untuk Suherman, Asep, dan Stefannie sebesar US$ 217.400
Periode April 2008 dan Juli 2008, terjadi penitipan uang milik Emir di Century sebesar Rp 5 miliar dari sekretaris Nirwan Bakrie. Kemudian terdapat juga pembayaran kartu kredit hingga puluhan juta untuk Citibank dan BII.
Menurut Emir, kasusnya dipolitisasi. “Saya melihat ini ranah politik. Saya orang politik. Jadi bisa saja ini terjadi,” katanya.
Ia juga mengaku anaknya Armand Omar Moeis juga memiliki rekening di Century. “Dia sudah dewasa, jadi hak dia untuk berbisnis dan memilih bank,” kata Emir, 16 Februari 2010.
Dua kubu di DPR, Fraksi Demokrat dan PDIP, sepakat untuk tidak mengutak-atik temuan PPATK tersebut. Audit forensik BPK pun menemukan aliran uang dari Dewi Tantular sebesar US$ 392 ribu pada 2008 sebelum Century disuntik modal.
DUGAAN KORUPSI ALAT KESEHATAN
Kali ini Emir Moeis disebut-sebut dalam kasus di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra). Pada November 2006, Kemenkokesra menunjuk langsung langsung PT Bersaudara sebagai pelaksana proyek alat kesehatan penanggulangan flu burung senilai Rp 98,6 miliar.
Pada Desember 2006-Januari 2007, Riza Husni Muhammad, salah satu petinggi PT Bersaudara, menyerahkan Mandiri Traveler's Cheque (MTC) kepada Sekretaris Kemenkokesra Soetedjo Yuwono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Berdasarkan surat dakwaan, Soetedjo juga menyerahkan MTC ke enam anggota DPR, termasuk Emir. Menurut Soetedjo, politikus PDI Perjuangan itu menerima MTC senilai cek pelawat senilai Ro 200 juta.
Emir membantah tudingan tersebut. “Saya tidak pernah menerima apa pun dari Pak Soetedjo atau yang berkaitan dengan Departemen Kesehatan,” kata Emir pada 14 Juni 2011.
KASUS PLTS NAZARUDDIN
Mindo Rosalina dalam pemeriksaan menyebut adanya aliran dana dari proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya ditanyai soal peran DPR. Memang ada dana ke sana," kata Rosalina.
Rosa mengatakan KPK menanyai dirinya soal peran politikus Partai Demokrat, Jhonni Allen Marbun, dan politikus PDIP Emir Moeis. "Saya jelaskan tentang mereka," kata Rosalina tanpa memerinci peran kedua politikus itu.
Proyek sendiri PLTS dimenangi PT Alfindo Nuratama Perkasa dan disubkontrakkan kepada PT Sundaya. Emir pernah dipanggil KPK pada 20 April 2012 namun tidak memenuhi panggilan tersebut.
KASUS STPI CURUG
Gresnews pernah melansir catatan keuangan PT Anugrah pada Januari 2008. Di dalamnya tertera pemberian uang ratusan juta rupiah untuk Jhonny Allen Marbun (Partai Demokrat) dan Ezedrik Emir Moeis (PDI Perjuangan).
Tercatat transaksi itu berkaitan dengan proyek di Kementerian Perhubungan. Tertulis di Laporan Keuangan untuk Emir sebesar "US$ $45.000 x Rp.9.390 untuk Pak Emir Proy Dishub".
Laporan keuangan tersebut dibuat oleh Mindo Rosalina Manulang sebagai kasir dan ditandatangani Nazaruddin. Diduga proyek tersebut merupakan pengadaan 18 unit pesawat latih dan 2 unit simulator Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug tahun 2008
EVAN | PDAT | SUMBER DIOLAH TEMPO
Berita terkait:
Dicekal, Emir Moeis Akan Meminta Bantuan Partai
Anggota DPR Emir Moeis Tersangka Kasus PLTU
Emir Moeis Bantah Terlibat di Kasus PLTU Lampung
TK: Kasus Emir Moeis Tak Akan Usik PDIP