Galau Ny Sinta Gus Dur, dan Sahur Bareng Sumanto

Sahur bersama Sinta Nuriyah Abdurahman di Gedung Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur Kuningan, Jawa Barat (26/7). TEMPO/Deffan Purnama
Sahur bersama Sinta Nuriyah Abdurahman di Gedung Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur Kuningan, Jawa Barat (26/7). TEMPO/Deffan Purnama

TEMPO.CO, Purbalingga- Ini pesan Ramadan mantan ibu negara Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. Ia menilai negara saat ini sudah tidak mampu melindungi kaum minoritas. Aksi demo banyak terjadi di mana-mana, terjadi pembakaran dan penyegelan rumah ibadah. Tindakan anarkistis terhadap kaum minoritas masih sering terjadi.

”Mereka kaum minoritas yang juga saudara kita mestinya ikut dilindungi. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Negara sudah mengalami krisis kebangsaan,” kata Sinta Nuriyah. Ia memberikan tausiyah (pesan kebaikan) saat melakukan dialog multikultur dengan tema “Puasa sebagai Perisai Kemiskinan” dan buka puasa bersama di Pendopo Dipokusumo Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jumat 27 Juli 2012.

Acara buka puasa itu dihadiri Bupati Heru Sudjatmoko, Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto, tokoh agama dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta para pedagang kaki lima, tukang becak, pengamen, pemulung, tukang parkir, dan kelompok marginal lainnya.

Menurut Sinta Nuriyah, yang juga Ketua Yayasan Puan Amal Hayati, ketika negara kita dijajah Belanda, semua komponen masyarakat ikut berjuang merebut kemerdekaan. Masyarakat bersatu dengan semboyan “hidup atau mati”. Setelah merdeka, tentu semuanya berhak atas negara Indonesia.

Anak-anak diberi ajaran yang sempit yang membentuk sikap kebencian terhadap orang lain. Mereka menganggap orang lain musuh jika tidak sama dengan dirinya, dan terhadapnya boleh dilakukan tindakan apa saja. ”Banyak kelompok yang menganggap dirinya paling baik, paling dekat dengan Tuhan, paling suci, dan yang tidak sejalan dianggapnya kaum setan. Ini sungguh memprihatinkan,” kata Sinta.

Sinta juga mengaku prihatin atas kondisi seperti ini. Kaum duafa hanya dihargai selembar uang Rp 20 ribu. Dengan uang sebanyak itu, mereka diajak merusak dan melakukan pembakaran rumah ibadah. ”Apakah harga rakyat kita hanya Rp 20 ribu?” ujarnya. Masih menurut Sinta, ia mengajak seluruh umat untuk hidup rukun, saling menolong, saling menghormati dan menghargai.

Selain berbuka puasa bersama di Pendopo Kabupaten, Sinta menggelar acara sahur bersama di Rumah Sakit Rehabilitasi Mental Bungkanel, tempat Sumanto eks-kanibal dirawat.

Pengelola Rumah Sakit Rehabilitasi Mental Bungkanel, Supono Mustajab, mengatakan Sinta melakukan sahur bersama dengan penghuni rumah sakit dan warga sekitar. “Sumanto juga ikut sahur bersama Ibu Sinta,” kata Supono.

ARIS ANDRIANTO