TEMPO.CO, Jakarta - Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Misbakhun, akan melaporkan pemerintah ke Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait dengan pemidanaannya dalam kasus pemalsuan letter of credit (L/C) di Bank Century. Ia merasa ada motif politik pemerintah sehingga dihukum pengadilan.
"Jika suatu negara menuntut warganya ke pengadilan dengan motif politik, itu menciptakan peradilan sesat dan melanggar HAM. Masalah ini patut dibawa ke Dewan HAM PBB untuk diklarifikasi dan diselidiki," kata pengacara Misbakhun, Yusril Ihza Mahendra, kepada Tempo, Ahad, 29 Juli 2012.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu tersandung kasus pemalsuan pencairan letter of credit milik PT Selalang Prima International miliknya di Bank Century. Misbakhun diduga memalsukan surat deposito untuk memboyong kredit sebesar US$ 22,5 juta atau sekitar Rp 200 miliar.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan ada kejanggalan dalam pengucuran kredit untuk Selalang. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Misbakhun 1 tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti bersalah memalsukan dokumen untuk mendapatkan kredit tersebut.
Dalam proses banding, hukumannya diperberat menjadi 2 tahun. Pada tahap kasasi, Mahkamah Agung menguatkan putusan banding. Terhadap putusan MA, Misbakhun mengajukan peninjauan kembali. Pada 5 Juli lalu, MA mengabulkan permohonan Misbakhun.
Menurut Yusril, kliennya berhak menuntut balik aparat penegak hukum yang mendakwa Misbakhun tanpa alasan hukum yang tepat. Serangan Misbakhun ke pemerintah nantinya akan menggunakan mekanisme hukum Indonesia, baik pidana maupun perdata, serta hukum internasional.
Yusril menilai peradilan perkara Misbakhun sarat motivasi politik. Kliennya, kata Yusril, jadi target lantaran bersikap keras dalam kasus dugaan korupsi pemberian dana talangan ke Bank Century pada 2008, yang kini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pengusutan kasus Bank Century, menurut Yusril, bisa menyeret Wakil Presiden Boediono (saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia), sekaligus menguak aliran biaya kampanye dalam pemilihan presiden 2009, yang dimenangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, hingga kini belum ada keputusan resmi dari MA perihal dasar dikabulkannya PK yang diajukan Misbakhun. "Putusannya belum turun, baru petikannya yang turun," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, kemarin malam.
Saat ini, kata Ridwan, tiga hakim yang memutuskan PK itu, yakni Artidjo Alkostar, Zaharudin Utama, dan Mansyur Kertayasa, sedang mengevaluasi dan menyusun petikan putusan Misbakhun. Jika sudah rampung, putusan tersebut akan diketik hingga menjadi putusan resmi.
Artidjor enggan mengatakan alasan yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus PK Misbakhun. Dia hanya mengaku berbeda pendapat dengan dua hakim lain saat mengambil putusan. "Ada kode etik sehingga saya tak boleh mengatakan pertimbangannya," kata dia.
ISMA SAVITRI | INDRA WIJAYA | SUBKHAN JUSUF HAKIM | BOBBY CHANDRA