TEMPO.CO, Jakarta - Menguatnya kembali dolar Amerika Serikat (AS) terhadap euro pada awal pekan ini membuat mata uang Asia, termasuk rupiah, kembali melemah. Tingginya permintaan dolar AS di akhir bulan dan menguatnya kembali dolar AS terhadap euro membuat rupiah belum bisa menguat lebih jauh.
Walhasil, pasar uang hari ini rupiah hanya menguat 2 poin (0,02 persen) ke level 9.492 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu. Rupiah bergerak cukup lebar dalam rentang 9.430 hingga 9.509 per dolar AS.
Kondisi Eropa yang terus memburuk serta pelambatan ekonomi global memicu repatriasi dolar. Investor enggan melakukan eksposur ke Eropa serta dana asing juga perlahan keluar dari pasar negara berkembang, kembali ke Amerika. “Ini yang membuat dolar AS cenderung menguat,” ujar Rully Nova, pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara.
Dari faktor domestik, pelaku pasar masih menunggu data inflasi bulan Juli serta data pertumbuhan ekonomi semester pertama tahun ini yang akan dirilis awal bulan besok. “Dia memprediksi inflasi bulan ini masih terkendali berkisar 0,6 persen–0,8 persen. Yang pasti masih di bawah 1 persen,” tuturnya.
Produk domestik bruto (PDB) triwulan pertama hanya tumbuh 6,3 persen sehingga membuat para investor sedikit pesimis terhadap pencapaian PDB di triwulan kedua tahun ini.
Di lain pihak, bank sentral Eropa (ECB) menyatakan akan sekuat tenaga menyelamatkan Eropa dengan melakukan intervensi di pasar obligasi serta memberikan angin segar bagi apresiasi euro setelah terpuruk ke level terendahnya dalam dua tahun terakhir ke US$ 1,21. Imbasnya, rupiah berhasil keluar dari tekanan dan menguat di bawah 9.500 per dolar AS.
Mata uang Asia sore ini bergerak beragam. Dolar Singapura melemah 0,02 persen, peso terdepresiasi 0,04 persen, serta bath Thailand tergelincir 0,29 persen. Sedangkan ringgit Malaysia berhasil menguat 0,31 persen dan won Korea juga naik 0,08 persen terhadap dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR