TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk memprediksi kinerja ekspor tahunan di Juni 2012 masih akan tertekan dan menyusut 11,5 persen. Sebaliknya, impor naik 13,3 persen. “Neraca perdagangan akan membukukan defisit US$ 0,79 miliar, sedikit lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya,” kata Kepala Ekonom Danamon, Anton Gunawan, Senin, 30 Juli 2012.
Ia melihat melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia masih menjadi isu utama. Perekonomian Cina yang merupakan satu dari empat mitra dagang terbesar Indonesia ikut melambat dihajar krisis utang Eropa.
Ekonomi negara itu hanya tumbuh 8,1 persen di kuartal I 2012 dan diperkirakan tumbuh 8,2 persen sepanjang tahun ini. Akibatnya, impor Cina dari Indonesia di bulan Juni turun signifikan.
Pemicu lainnya dari pelemahan ekspor ialah penurunan ekspor batu bara dan mineral lainnya. Penurunan terutama dialami oleh ekspor batu bara, nikel, tembaga, dan bijih besi karena melemahnya permintaan.
Ekspor nikel terindikasi turun 78 persen (month on month), sedangkan tembaga turun 90 persen. “Ada indikasi bahwa kebijakan pembatasan ekspor barang tambang mentah turut menyumbang penurunan ekspor,” kata Anton.
Meskipun demikian, kata Anton, kebijakan pajak ekspor terhadap 65 komoditas mineral di luar batu bara hanya menyumbang 6,3 persen dari total ekspor nonmigas. “Sehingga penurunan tajam pada komoditas-komoditas tersebut dampaknya terbatas,” ujarnya.
Di sisi lain, impor relatif kuat, terutama impor barang modal yang merupakan penopang pertumbuhan ekonomi. Namun, karena memasuki musim Ramadan dan Lebaran, impor beberapa bulan belakangan biasanya didominasi oleh barang-barang konsumsi.
“Untuk mengurangi tekanan impor, pemerintah harusnya berupaya membatasi impor, khususnya barang-barang yang kurang produktif,” ucap Anton.
Ia menyatakan, salah satu kebijakan positif dari pemerintah untuk membatasi impor adalah pembatasan pintu masuk bagi impor hortikultura. Saat ini, impor hortikultura hanya boleh dilakukan lewat empat pintu, yakni melalui Pelabuhan Surabaya, Belawan, Makassar, dan Bandara Soekarno-Hatta.
EFRI RITONGA