TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI membantah ada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang tertahan di kantor Korps Lalu Lintas, Cawang, Jakarta.
"Enggak, tidak ada itu," kata juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafly Amar, di kantor KPK, Selasa pagi, 31 Juli 2012. Boy berada di kantor KPK sekitar pukul 06.35 WIB.
Penyidik KPK dikabarkan tidak bisa keluar dari markas Korps Lalu Lintas sehabis menggeledah sejak Senin sore kemarin sampai Selasa pagi. Penggeledahan diduga terkait dengan pengusutan KPK dalam proyek pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi.
KPK pun dikabarkan sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini, yaitu seorang petinggi Polri berinisial DS yang berpangkat jenderal bintang dua. Dia diduga adalah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas yang dikonfirmasi membenarkan penetapan tersangka tersebut. "Ya, betul," kata Busyro singkat melalui pesan pendek.
Pantauan Tempo di lapangan, gerbang setinggi kantor Korlantas setinggi dua meter dijaga ketat empat personel polisi. Mereka melarang para pewarta masuk untuk meliput penggeledahan itu.
Namun Boy menampik hal itu. Dia juga menampik pintu pagar Korps sengaja dikunci agar penyidik KPK tidak bisa keluar. Adapun kaitan penggeledahan dengan kasus simulator SIM itu, Boy tetap bungkam. "Sebentar ya pada saat jumpa pers dijelaskan," katanya sambil memasuki kantor KPK.
Adapun penelusuran Tempo, saat Djoko menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, proyek simulator SIM tersebut digelar. Sekarang Djoko menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian.
Sebelumnya, pengacara dari terdakwa korupsi proyek pengadaan simulator SIM, Bambang S. Sukotjo, meminta pihak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengecek adanya dugaan mark up dalam proyek simulator itu. Ia berkata, biaya yang dibayarkan Direktorat Lalu Lintas untuk simulator itu terlalu besar untuk tidak disebut mark up.
"Saya yakin sekali itu mark up, tidak mungkin tidak. Keuntungan yang diterima Budi Susanto (pemilik PT Citra Mandiri Metalindo) terlalu besar," ujar pengacara Bambang, Erick S. Paat.
Direktorat Lalu Lintas Mabes Polri sempat diberitakan membeli simulator SIM motor dari PT. Citra Mandiri Metalindo seharga Rp 77,79 juta per unit. Padahal, simulator SIM motor itu dibeli Budi dari PT Inovasi Teknologi Indonesia (perusahaan milik Bambang) dengan harga Rp 42,8 juta per unit.
Sementara itu, untuk harga simulator mobil, diketahui Budi menjual kepada Direktorat Lalu Lintas seharga Rp 256,142 Juta per unit. Padahal, simulator itu dibeli Budi dari perusahaan Bambang seharga Rp 80 Juta per unit.
Mengacu pada angka yang dipasang Budi per simulator, Erick mengatakan bahwa hitungannya menunjukkan Budi memperoleh keuntungan lebih dari 100 persen. Padahal, ujar Erick, prosentase keuntungan normalnya di bawah angka 100 persen.
"Saya pernah melakukan riset, untuk proyek besar seperti simulator SIM itu, pedagang biasanya hanya cari untung 10-20 persen. Kalau sampai 100 persen, jelas itu mark up," ujar Erick menegaskan.
Mengetahui adanya mark up tersebut, Erick meminta KPK untuk segera menanganinya. Ia juga mengatakan bahwa Budi harus diperiksa sebagai salah satu yang terlibat dalam proyek pengadaan simulator SIM tersebut.
Ketika Tempo menanyakan tanggapan Erick mengenai bantahan Mabes Polri bahwa Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo terlibat suap dalam kasus proyek pengadaan simulator SIM, ia mengaku bahwa hal itu sudah dia duga. Dan, menurut Erick, silakan saja polisi terus membantah pernyataan kliennya.
Dalam artikel Majalah Tempo bertajuk Simsalabim Simulator SIM pada 29 April 2012, Djoko menolak menjawab pertanyaan soal kasus simulator SIM. "Tanyakan saja soal itu kepada Kepala Korps Lalu Lintas," katanya pada 19 April 2012. "Saya tidak mau berkomentar."
RUSMAN PARAQBUEQ
Berita terkait:
Simsalabim Simulator SIM III
Ini Kata Busyro Soal Penggeledahan KPK di Korlantas
Simsalabim Simulator SIM II
Gerbang Dikunci, Penyidik KPK Tertahan di Korlantas
Simsalabim Simulator SIM I