TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah emiten telah mengeluarkan laporan keuangan hingga semester pertama 2012. Banyak perusahaan yang mengalami kenaikan laba bersih, tetapi ada pula yang mengalami penurunan laba bersih bahkan masih merugi hingga tengah tahun ini.
Pengamat pasar modal Steve Susanto mengatakan, perusahaan terbuka yang masih mengalami penurunan laba sebagian besar karena terpengaruh kondisi perekonomian global yang sedang memburuk. Dia mencontohkan emiten yang bergerak di sektor perkebunan dan pertambangan.
"Rata-rata harga CPO dan harga jual pertambangan sedang mengalami penurunan. Akibatnya, permintaan akan sektor itu juga menurun. Gampangnya, kalau harga terpengaruh harga internasional pasti akan terkena," ujar Steve ketika dihubungi, Selasa 31 Juli 2012.
Ada pula penurunan laba bersih atau kerugian yang dialami perusahaan disebabkan karena kalah bersaing dengan kompetitornya. Dia mencontohkan PT Indosat Tbk yang mengalami kerugian sebesar Rp 138 miliar. "Kalau sudah seperti itu, harus ada perubahan manajemen," katanya.
Sedangkan emiten sektor consumer goods, kata dia, tergantung pendapatan masyarakat saat itu. Jika pendapatan masyarakat naik, bisa jadi kinerja sektor consumer goods mengalami kenaikan. "Kalau emiten sektor consumer goods mengalami penurunan, bisa jadi kalah bersaing," katanya.
Menurut dia, naik turunnya kinerja perusahaan terbuka akan sangat berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Dia mengatakan, IHSG juga akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global.
Jika kondisi perekonomian di Eropa seperti Spanyol dan Portugal dianggap membahayakan, kata dia, bisa jadi IHSG akan anjlok. "Bisa jadi indeks di bawah level 3.700," katanya.
Tetapi sebaliknya, apabila kondisi perekonomian Eropa dianggap aman, bisa jadi indeks gabungan mengikutinya. "Bahkan IHSG bisa mengalami kenaikan hingga ke level 4.300 sampai akhir tahun ini."
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia, Ahmad Sudjatmiko, mengatakan, sektor perbankan rata-rata mengalami kenaikan. Itu disebabkan bisnis kredit yang juga meningkat. "Apalagi net gross marginnya semakin tebal," kata dia.
Sementara itu, untuk emiten yang harga jualnya mengikuti harga internasional bisa jadi mengalami pelemahan permitaan. Emas misalnya. Emas yang merupakan kebutuhan tertier bisa jadi bukan kebutuhan yang sangat penting saat ini. "Karena saat krisis, masyarakat lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan pokoknya," katanya.
SUTJI DECILYA