TEMPO.CO , Jakarta--Indonesia Corruption Watch (ICW), pegiat antikorupsi, menemukan sedikitnya 70 terdakwa kasus korupsi divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di daerah. Menurut Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho, kasus-kasus itu terjadi dalam dua tahun terakhir sejak Pengadilan Tipikor di daerah didirikan. ”Kasus itu ditemukan di Surabaya, Banda Aceh, Kendari, Jambi, dan Semarang,” ujar Emerson saat dihubungi Rabu 1 Agustus 2012.
Terbentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di daerah resmi diumumkan Mahkamah Agung pada 21 Oktober 2011. Pengadilan Tipikor tingkat pertama berada di 33 pengadilan negeri di ibu kota provinsi. Sedangkan pengadilan banding ada di 30 pengadilan tinggi di seluruh Indonesia.
Menurut Emerson, dari sejumlah daerah itu, yang paling fenomenal ada di Semarang. Di kota itu ada tujuh perkara korupsi, lima di antaranya divonis bebas. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bersama tim ICW kemarin mendatangi Mahkamah Agung. Mereka meminta MA memeriksa hasil eksaminasi publik terhadap sejumlah perkara korupsi. Serta, hasil pantauan awal terhadap kinerja Pengadilan Antikorupsi di daerah.
Peneliti Divisi Peradilan ICW, Donal Fariz, mengatakan jumlah kasus korupsi yang divonis bersalah memang lebih banyak dibanding yang divonis bebas. Tapi, menurut Koalisi, penanganan kasus korupsi oleh Pengadilan Antikorupsi dinilai tidak menimbulkan efek jera. ”Pidana penjara bagi koruptor tergolong rendah, hanya 1-2 tahun,” kata Donal di Mahkamah Agung kemarin.
Selain itu, kata Donal, vonis bersalah atau hukuman penjara dalam beberapa kasus korupsi tidak dibarengi perintah penahanan terhadap terdakwa. Bahkan terdakwa hanya dikenai status tahanan kota. Dia mencontohkan di antaranya kasus terdakwa Salehuddin, Ketua DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, dan I Gede Winasa, Bupati Jembrana. Kedua kasus itu kini masih tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Dari sejumlah kasus korupsi tersebut, Donal mengatakan, Koalisi melakukan eksaminasi (penelitian). Hasilnya, Donal mengatakan, Koalisi menilai kasus tersebut tidak patut diberi putusan bebas. Alasannya, ada kekeliruan hakim dan jaksa yang menyebabkan perkara korupsi divonis bebas.
Adapun Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur mengatakan eksaminasi itu menjadi bahan evaluasi bagi aparat pengadilan. ”Yang dilakukan Koalisi merupakan bentuk monitoring dan kontrol publik,” kata Ridwan di kantornya kemarin. Menurut dia, MA membutuhkan aspirasi masyarakat untuk mengawasi kinerja pengadilan di daerah. Tujuannya, kata Ridwan, ”Agar bisa bekerja lebih maksimal.”
ELLIZA HAMZAH | AYU PRIMA SANDI | SNL
Berita lain:
Djoko Susilo ''Menghilang''
Polisi Dinilai Hambat Tugas KPK
Pelapor Korupsi Simulator SIM Siap Buka-bukaan
Djoko Susilo Sudah Dicegah ke Luar Negeri
24 Jam Lebih, Petugas KPK Tertahan di Korlantas