TEMPO.CO, Jakarta - Gara-gara letter of intent (LOI) antara pemerintah dan Dana Moneter International (IMF), keadaan peternak susu lokal semakin lemah oleh gempuran susu impor. Surat perjanjian itu mengakibatkan hilangnya kebijakan pengendalian impor susu sejak surat diteken pada 1997.
Tuduhan itu disampaikan Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana, Senin, 6 Agustus 2012. Dia meminta pemerintah memenuhi tuntutan para peternak sapi perah jika ingin mengurangi ketergantungan impor susu. Menurut dia, usaha peternakan sapi perah rakyat saat ini baru memasok sekitar 25 persen kebutuhan susu nasional. Mereka sulit berkembang akibat tidak dikendalikannya impor susu.
Baca Juga:
“Kesepakatan itu bila dicermati tampaknya telah dimanfaatkan oleh suatu kepentingan yang sangat jauh dari aspek krisis moneter waktu itu,” kata Teguh, di Jakarta, Senin, 6 Agustus 2012.
Dia menjelaskan, ada butir perjanjian yang mengharuskan pemerintah menghapus semua ketentuan yang berkaitan dengan pengendalian impor susu, kewajiban menyerap susu segar produksi dalam negeri, dan pengendalian harga susu di dalam negeri. Akibatnya, kini produk susu lokal semakin sulit bersaing di pasar domestik.
Karena itu, untuk mengurangi ketergantungan impor susu, Dewan Persusuan mengajukan empat tuntutan. Di antaranya, pertama, memberlakukan kembali kebijakan ekualisasi dalam importasi susu dengan penyerapan susu segar dan kebijakan impor susu melalui sistem satu pintu.
Kemudian tuntutan kedua adalah menaikkan bea masuk dari 5 persen menjadi minimal 15 persen untuk bahan baku susu, dan bea masuk di atas 20 persen bagi susu olahan yang siap dikonsumsi. Ketiga, pemerintah harus melakukan pengendalian harga susu terkait dengan harga susu impor dan susu segar yang diserap industri pengolah susu.
Keempat, pemerintah harus memberlakukan kembali Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.
“Usaha peternakan sapi perah rakyat merupakan aset nasional yang tidak dapat diabaikan,” ujarnya.
Dia melanjutkan, akibat kesepakatan dengan IMF di masa lalu, hingga kini produksi susu segar dalam negeri yang dihasilkan sapi perah mengalami stagnasi dan posisi tawar peternak sapi perah melalui wadah koperasi sangat lemah.
“Pemerintah cenderung membiarkan peternak sapi perah harus bergelut dengan industri pengolahan susu tanpa ada kebijakan perlindungan pada peternak,” katanya.
Wakil Ketua Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Firman Soebagyo mendukung penuh tuntutan peternak sapi perah. Menurut dia, tidak berkembangnya produksi susu nasional akibat pemerintah sudah tergerus arus liberalisasi perdagangan.
“Padahal esensinya, dengan perdagangan bebas, seharusnya negara masih punya celah melindungi komoditas tertentu yang diberi proteksi,” kata Firman kepada Tempo hari ini.
Dia juga setuju dengan tuntutan peningkatan bea masuk bagi bahan baku dan susu olahan siap konsumsi minimal 15 persen. Alasannya, bea masuk yang tinggi untuk impor bisa mendorong adanya peningkatan produksi dan kesejahteraan peternak.
“Pemerintah harus menindaklanjuti tuntutan peternak sapi perah dengan membuat kajian dan rumusan terhadap bea masuk itu,” ujarnya.
ROSALINA
Berita Terpopuler
La Nyalla Minta Bambang Pamungkas cs Bertobat
Kristen Stewart Terus Menangis dan Tak Mau Mandi
La Nyalla Bentuk Timnas Tandingan untuk AFF
Fauzi Salip Jokowi di Rumah Sakit Cipto
Alasan Jusuf Kalla Dukung Jokowi
Simsalabim Jenderal SIM
Rumah Djoko Susilo Dekat Keraton Yogyakarta
Jenderal SIM di Balik Tembok Tinggi
Cerita Simulator SIM Majalah Tempo April Lalu
Pendukung Rhoma di Jawa Timur Datang ke Jakarta