TEMPO.CO , Damaskus - Pembelotan Perdana Menteri Suriah, Riad Hijab, dibaca Barat sebagai pertanda bahwa rezim Presiden Bashar al-Assad runtuh. Gedung Putih mengatakan momentum sekarang ada pada kaum oposisi, sementara Perancis mengatakan pemerintahan Assad berada di detik-detik akhir.
Hijab, sosok Suriah paling senior yang membelot, mengecam rezim Assad sebagai "rezim teroris" dan mengatakan ia bergabung dengan kubu oposisi. Keberadaannya kini tidak diketahui, meskipun laporan mengatakan ia mungkin menuju ke Qatar.
Bentrokan berlanjut pasca-pengunduran dirinya di kota kedua Aleppo dimana pejuang pemberontak melawan penembakan artileri pemerintah dan jet tempur.
Juru bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan pembelotan pejabat tinggi merupakan sinyal bahwa cengkeraman Presiden Assad mulai "melonggar". "Jika dia tidak dapat mempertahankan kekompakan dalam lingkaran dalamnya sendiri, itu mencerminkan pada ketidakmampuannya untuk mempertahankan kekuasaannya lebih lama," katanya. "Ini momentum bagi oposisi dan warga Suriah."
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius mengatakan pembelotan terbaru adalah tanda lain dari rezim melemah dan kehilangan dukungan. "Prancis yakin rezim Assad selesai sudah," katanya dalam sebuah pernyataan.
Bulan lalu, duta besar Suriah untuk Irak, Nawaf Fares, menyatakan bergabung dengan oposisi. Brigadir Jenderal Manaf Tlas, yang dianggap dekat dengan Presiden Assad, membelot pada bulan yang sama.
Sekitar 30 jenderal telah menyeberang ke Turki sejauh ini dan kantor berita Anatolia melaporkan pada hari Senin lima perwira tinggi dan lebih dari 30 tentara melakukan hal yang sama.
BBC | TRIP B
Terpopuler
Alasan Jusuf Kalla Dukung Jokowi
Polisi Punya Yusril, KPK Dibela Gandjar
Simsalabim Jenderal SIM
Jenderal SIM di Balik Tembok Tinggi
Cerita Simulator SIM Majalah Tempo April Lalu