TEMPO.CO , Surabaya - Perum Perhutani Unit II Jawa Timur menjalin kerja sama dengan perguruan pencak silat Setia Hati Teratai untuk mengamankan hutan dari tindak penjarahan. Sebanyak 60 pendekar yang telah dibekali standar pengamanan hutan membentuk sebuah kesatuan yang dinamakan Garda Setia Reksawana.
"Target kami 100 pendekar, tapi baru terealisasi 60," kata Kepala Seksi Keamanan Perhutani Jawa Timur, Tubagus A. Saifuddin di Surabaya, Senin petang, 6 Agustus 2012.
Pelibatan pendekar, kata Tubagus, lebih pada untuk mencegah penebangan hutan yang biasanya dilakukan oleh sekelompok pembalak yang terdiri atas 60 - 100 orang. Polisi hutan, kata Tubagus, tidak mampu bekerja sendirian lantaran telah dilarang untuk membawa senjata api.
Sebagai tahap awal, satuan Garda Setia Reksawana itu tersebut dipecah menjadi tiga kelompok untuk mengamankan Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo, Tuban. KPH ini, menurut Tubagus, merupakan yang paling rawan pembalakan bila dibandingkan KPH lainnya. Garda Reksawana kebagian tugas menjaga perbatasan keluar masuk hutan. "Sejauh ini efektif, dalam arti mampu menekan pencurian kayu," imbuh Tubagus.
Tubagus menambahkan, tindak pencurian kayu oleh pembalak liar telah mencapai tahap mengkhawatirkan. Pada 2011 lalu misalnya, Perhutani Jawa Timur menderita kerugian Rp 6,1 miliar dari ulah pembalak.
Jumlah kerugian meningkat tajam karena baru pada Juni 2012, Perhutani telah kehilangan Rp 9,9 miliar. "Selain Jatirogo, KPH yang sering dijarah pembalak adalah Bojonegoro, Padangan, Ngawi dan Saradan karena mutu kayu jatinya bagus," ujar Tubagus.
Menurut Tubagus, masyarakat punya keberanian menjarah hutan karena dibekingi oleh oknum aparat, khususnya polisi. Tubagus mengaku telah melaporkan oknum polisi di Tuban karena terbukti berada di belakang pembalak dan menampung hasil jarahan. "Oknum ini menjual hasil jarahan ke pedagang, terutama perajin mebel, dengan harga miring," tutur Tubagus.
Kepala Seksi Corporate Social Responsibility Perhutani Jawa Timur, Andi Adrian mengakui masyarakat desa di pinggiran hutan umumnya hidup dalam kemiskinan. Karena tidak punya lahan garapan, kata Andi, mereka gampang dikompori untuk menjarah kayu. "Ada 1.906 desa di Jawa Timur yang berada di pinggir hutan, hampir seluruhnya termarginalkan," kata Andi.
Untuk meningkatkan derajat kehidupan mereka, Perhutani telah merancang pola pemberdayaan berupa pengelolaan hutan bersama masyarakat. Masyarakat dilibatkan memelihara hutan sekaligus menjaga dari tindak perusakan. "Share produksi kayu antara kami dengan masyarakat bisa sampai dengan 25 persen," kata dia.
KUKUH S WIBOWO
Berita terpopuler lainnya:
Alasan Jusuf Kalla Dukung Jokowi
Fauzi Salip Jokowi di Rumah Sakit Cipto
Simsalabim Jenderal SIM
Jenderal SIM di Balik Tembok Tinggi
Polisi Punya Yusril, KPK Dibela Gandjar
Cerita Simulator SIM Majalah Tempo April Lalu
Cicak vs Buaya Bakal Terulang, Ini Kata Ketua KPK
Didukung Jusuf Kalla, Ini Tanggapan Jokowi
SImulator SIM, Anas Isyaratkan Dukung KPK
Dipanggil Panwaslu, Rhoma Menangis