TEMPO.CO , Jakarta: Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Andy Sommeng, mengaku kecewa dengan stiker pembatasan babahan bakar minyak untuk kendaraan pemerintah dan badan usaha milik negara di Jabodetabek. Salah satunya karena stiker sudah mulai luntur padahal baru dua bulan dipakai.
"Saya agak marah juga karena stikernya jelek," kata Andy ketika ditemui di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta.
Namun, Andy menjanjikan kualitas stiker untuk pembatasan di Jawa dan Bali akan lebih baik. Tak tanggung-tanggung, BPH Migas mengucurkan dana hampir Rp 2 miliar untuk pengadaan stiker tersebut.
"Laporan Sekretariat untuk 200 ribu stiker itu mendekati Rp 2 miliar. Satu stiker besar Rp 7.500, yang kecil Rp 2.500. Kualitas sekarang lebih bagus karena komite sudah marah-marah," kata Andy.
Andy mengatakan, stiker baru akan ditempel di sisi dalam kaca mobil sehingga tak cepat rusak. Andy sendiri mengaku tak tahu berapa biaya pengadaan 60 ribu lembar stiker tahap pertama yang dilakukan Direktorat Jenderal Minyak dan gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Minereal.
Menurut dia, penggunaan stiker untuk pembatasan konsumsi BBM saat ini masih tanggung efeknya. Jika pembatasan ingin efektif, stiker harus dilengkapi chip radio frequency identification (RFID). Penggunaan RFID itu bisa mengontrol konsumsi BBM dari sisi permintaan dan pasokan.
"Sekarang chip itu murah, berkisar Rp 3.000 sampai Rp 5.000. Kalau mau diterapkan bisa cepat, perlu waktu 6 bulan sampai 1 tahun karena harus membangun jaringan," katanya.
Meskipun demikian, Andy mengaku maklum jika pelaksanaan stikerisasi ini masih banyak kekurangan. Soalnya, langkah ini baru untuk internal pemerintah dan dilakukan dalam waktu singkat.
Akibat gagal menaikkan harga BBM bersubsidi pada April 2012, pemerintah melarang penggunaan BBM bersubsidi pada kendaraan dinas instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD. Kendaraan yang dilarang mengonsumsi BBM bersubsidi dibedakan dengan ditempeli stiker khusus. Larangan ini berlaku mulai 1 Juni 2012 di kawasan Jabodetabek dan untuk seluruh Jawa dan Bali berlaku mulai 1 Agustus 2012.
Kebijakan ini diharapkan menghemat konsumsi premium sebanyak 135 ribu kiloliter atau setara dengan subsidi Rp 542 miliar.
BERNADETTE CHRISTINA
Terpopuler:
1 Juta Buruh Ancam Mogok Pasca-Lebaran
Dahlan: Satelit Gagal Luncur, Itu Sudah Resiko
Telkom Tunggu Konfirmasi Hilangnya Satelit
Survei: Konsumsi Rokok Lebih Tinggi Ketimbang Susu
Ini Kesepakatan Tim 7 Soal Jembatan Selat Sunda
Suzuki Siapkan 40 Bengkel Hadapi Arus Mudik
Soal Jembatan Selat Sunda, Ada Perjanjian Khusus
Produksi Sel Surya, Len Kucurkan Rp 434 Miliar
Presiden Tak Puas Ekonomi Cuma Tumbuh 6,4 Persen
Kantor AirAsia Regional Pindah ke Jakarta