TEMPO.CO, Bojonegoro - Setelah tidak turun hujan selama empat bulan, kekeringan dan krisis air bersih meluas hingga di 11 kecamatan dari total 27 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro. Kemungkinan kekeringan masih terus meluas, mengingat sungai, bendungan, dan embung di kabupaten ini telah mengering.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bojonegoro, dari 11 kecamatan tersebut, sebanyak 24 desa dan 49 dusun telah mengalami krisis air bersih. Total penduduk dusun yang mengalami krisis air mencapai 7.959 kepala keluarga atau sebanyak 31.748 jiwa.
Pemerintah Bojonegoro telah mengerahkan armada truk tangki air yang dimiliki PDAM, Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Jawa Timur, dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertarnsos) Bojonegoro, bergiliran menyuplai air bersih yang ada di 24 desa tersebut.
Dari 11 kecamatan itu, antara lain Kedungadem, Tambakrejo, Kepohbaru, Balen, Temayang, Sukosewu, Baureno, Kasiman, Sumberejo, Ngasem, dan Sugihwaras. Sebagian besar kecamatan yang kekeringan ini berada di Bojonegoro bagian tenggara, selatan, dan barat daya, yang cukup berjauhan dengan Sungai Bengawan Solo.
Menurut Kepala Seksi Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPDB Bojonegoro, Suparjo, wilayah yang mengalami kekeringan dan krisis air bersih bisa jadi akan terus meningkat. Penyebabnya, dari 27 kecamatan dan 430 desa di Bojonegoro belum seluruhnya melaporkan data. “Ya, masih ada yang belum melapor,” kata Suparjo kepada Tempo, Kamis 9 Agustus 2012.
Di Kecamatan Ngasem, misalnya, terdapat lima desa yang mengalami krisis air. Yaitu Desa Butoh, Tengger, Kolong, Trenggulunan, dan Ngares. Sementara di Kecamatan Kasiman, di antaranya terdapat di Desa Kasiman, tepatnya di Dusun Jintel dan Dusun Karanganyar.
Rata-rata desa dan dusun-dusun yang sudah mengalami krisis air dan kekeringan sebagian hanya mengandalkan truk tangki kiriman dari pemerintah Bojonegoro. Sementara aktivitas pertanian (baik padi maupun palawija) sudah berhenti sejak dua bulan lalu. Di Kecamatan Ngasem, tepatnya di Dusun Blimbing dan Dusun Alas Tuwo, debit air di sumur sudah kering. Apalagi sumur-sumur desa juga telah mengecil debitnya. “Ya, memang kering,” kata Cholil.
Warga di Kampung Alas Tuwo dan sebagian di Dusun Blimbing berpesan agar pemerintah rutin mengirim air bersih di daerah terpencil. Dengan demikian, selama bulan Agustus hingga puncak kering, volume air yang dikirim ke masyarakat bisa lebih merata.
Sementara beberapa sungai dan bendungan di Bojonegoro juga telah mengering dan debitnya kecil. Debit air Bendungan Pacal yang terdapat di Kecamaan Temayang juga sudah mengecil. Pihak pengelola Bendungan Pacal juga melarang warga untuk membuka pintu air untuk pengairan sawah. Bahkan ada enam anak Sungai Bengawan Solo, seperti Sungai Semarmendem, Sungai Kalitidu, Sungai Kunci, Sungai Batokan, dan Sungai Mekuris, airnya sudah mengering. Akibatnya, anak sungai yang bermuara di Bengawan Solo ini sebagian telah berubah fungsi dengan ditanami tanaman palawija.
SUJATMIKO