TEMPO.CO, Jakarta - Ekspektasi stimulus Cina dan dipertahankannya BI Rate di 5,75 persen tidak mampu mendorong apresiasi rupiah lebih jauh.
Di transaksi pasar uang, Kamis, 9 Agustus 2012, rupiah naik 1 poin (0,01 persen) ke level 9.478 per dolar Amerika. Rupiah bergerak pada rentang yang tidak terlalu lebar di kisaran 9.470-0.490 per dolar AS sebelum ditutup menguat.
Head of Treasury Research Bank BNI Nurul Eti Nurbaeti mengatakan, apresiasi rupiah didorong oleh sentimen eksternal maupun internal yang cukup positif. Dari eksternal, menurunnya data inflasi bulan Juli 2012, yang tercatat menurun ke level 1,8 persen dari sebelumnya 2,2 persen, cukup melegakan investor.
“Ini menunjukkan bahwa pelambatan ekonomi di Cina tidak sesuram yang dibayangkan, sehingga mendorong appetite investor untuk membeli aset di pasar berkembang, termasuk rupiah,” kata Nurul. Sentimen positif dibarengi menurunnya data produksi industri bulan Juli ke 9,2 persen dari sebelumnya 9,5 persen (yoy), meskipun turunnya data inflasi dinilai lebih mendominasi.
Sementara dari dalam negeri, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di 5,75 persen. Menurut Nurul, dipertahankannya BI Rate 5,75 persen merupakan salah satu penyelamatan terhadap rupiah.
“Pemangkasan suku bunga bisa berdampak pada pelemahan rupiah, terlebih dalam kondisi perdagangan yang masih sepi akibat krisis global,” ujar dia.
Terbatasnya geliat rupiah, menurut Nurul, disebabkan pergerakan rupiah hari ini tidak terlalu didukung oleh penjagaan BI. Sentimen positif yang ada dari dalam dan luar negeri cukup positif terhadap mata uang RI. “Rupiah dilepas di pasar dan pergerakannya mengikuti mekanisme pasar. Dalam arti, BI tidak terlalu mengintervensi.”
PDAT | M AZHAR
Berita lain:
Buka Bersama SBY-Polri-KPK, Ini Kata Ruhut
Gubernur Fauzi Bowo Bungkam Soal Video di Youtube
Demokrat: Rhoma Irama Tak Bersalah
Abraham : Pembahasan dengan SBY Normatif
Ini Kumbang Iblis dari Republik Dominika