TEMPO.CO, Surabaya -Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) Surabaya menyerukan kepada pemerintah, swasta, serta para narasumber untuk tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada jurnalis dalam bentuk dan dalih apa pun. "THR hanya boleh dari perusahaan tempat jurnalis bekerja. THR dari narasumber itu namanya suap," kata Ketua AJI Surabaya Rudy Hartono, Kamis, 9 Agustus 2012.
Menindaklanjuti seruan ini, AJI dan LBH Pers akan segera mengirimkan edaran kepada seluruh instansi baik pemerintah maupun swasta untuk menghentikan praktek pemberian THR bagi jurnalis. Selain itu, AJI dan LBH Pers Surabaya juga mendesak seluruh perusahaan pers untuk segera membayarkan THR bagi seluruh pekerja, apa pun statusnya, mulai karyawan tetap, koresponden, stringer, maupun kontributor.
Divisi Advokasi LBH Pers Surabaya, Andreas Wicaksono, mengatakan kewajiban pemberian THR bagi pekerja pers mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.04/MEN/1994 tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja di perusahaan. "THR masuk hak normatif yang harus dibayarkan pengusaha pers kepada seluruh pekerja apa pun statusnya."
Bagi pekerja pers, aturan itu berarti THR harus diberikan tanpa peduli apakah mereka berstatus karyawan, stringer, kontributor, atau koresponden. Asal yang bersangkutan telah mendapatkan perintah kerja, melakukan pekerjaan berturut-turut selama minimal setahun, dan ada upah maka perusahaan pers wajib memberikan THR minimal sebesar satu kali gaji.
Sedangkan untuk yang belum genap setahun bekerja, LBH mendesak perusahaan tetap memberikan THR dengan nominal disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
FATKHURROHMAN TAUFIQ