TEMPO.CO , Jakarta: Penemuan badak Sumatera di kawasan Leuser pada akhir 2011 bisa dibilang sebuah kebetulan. Awalnya tim peneliti dari Yayasan Leuser Indonesia dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser sedang membuntuti harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).
"Dugaan adanya badak muncul dalam hasil survei harimau sebelumnya," kata Ketua Pengurus Yayasan Leuser Indonesia, Jamal M. Gawi.
Dalam survei selama setahun yang meliputi wilayah Leuser seluas 2,6 juta hektare, mereka menemukan sembilan lokasi yang diduga menjadi titik kemunculan badak. "Kami menemukan jejak badak," ujar dia.
Survei yang didukung dana dari US Fish and Wildlife Services ini memperoleh sekitar 1.000 jejak kaki badak. Jumlah itu diperkirakan berasal dari 7-25 individu badak. Sementara, yang sudah pasti teridentifikasi, ada seekor badak jantan dan tujuh betina.
Ada temuan lain yang cukup menarik, yakni jejak induk dan anak badak serta beberapa jejak kaki dari dua ekor badak yang diduga kuat adalah pasangan. "Ini menunjukkan ada proses yang mengarah ke perkawinan badak, sehingga populasi dapat berkembang," ujar Jamal.
Tim peneliti juga menemukan 15 kubangan aktif di dua lokasi dan 28 kubangan tidak aktif yang sudah ditinggalkan atau tidak digunakan lagi. Jamal mengatakan kubangan lumpur merupakan tempat favorit badak. Hewan bercula ini doyan berendam dan mendinginkan tubuh di kubangan lumpur.
Di lokasi-lokasi kubangan inilah tim memasang 30 unit jebakan kamera (camera trap) untuk menangkap potret badak. Selama enam bulan, mereka memperoleh seribu potret badak yang menunjukkan eksistensi badak di kawasan Leuser.
Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) di Leuser sangat unik. Badak ini hidup di daerah dataran tinggi pada ketinggian 1.500-2.000 meter di atas permukan laut. Hewan bercula dua ini bersifat browser, artinya memakan semak dan dedaunan di atas permukaan tanah. Badak Sumatera tergolong badak terkecil dan memiliki rambut halus.
Jamal mengatakan masalah utama yang mengancam keberlangsungan hidup badak Sumatera hanyalah perburuan cula oleh para pemburu dan pedagang ilegal. "Habitatnya di dataran tinggi dan masih berhutan lebat, sehingga belum ada pengaruh kegiatan manusia lainnya selain perburuan," ujar dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI